SALAM PERSAHABATAN

hidup tanpa persahabatan bagaikan perkasanya singa yang
tinggal sendirian dibelantara hutan. sekeras apapun prinsip dan hati manusia
mesti membutuhkan sahabat


Sabda Nabi Saw:

Hati manusia adalah kandungan rahasia dan sebagian lebih mampu merahasiakan dari yang lain. bila kamu memohon sesuatu kepada allah maka mohonlah dengan penuh bahwa doamu akan terkabulkan. allah tidak mengabulkan doa orang yang hatinya lalai dengan lengah. (HR. Ahmad)

Sabtu, 03 Januari 2009

Lembaga Advokat Indonesia

Advokat merupakan bagian dari lembaga, wadah dan media untuk sama-sama
‎menegakkan keadilan di peradilan bumi Indonesia ini. Tidak sembarang orang
‎melabelkan dirinya seorang advokat, melainkan harus terlebih dahulu menempuh
‎pendidikan hukum dan lolos dari penseleksian menjadi advokat. Kehadiran
‎advokat diperuntukan untuk membantu pihak-pihak yang terkait dalam beracara
‎pada perkara di pengadilan. Baik itu pihak penggugat atau pun tergugat.”‎

A.‎ Pengertian
Advokat sebagai nama resmi profesi dalam sistem peradilan di Indonesia ‎pertama-tama ditemukan dalam ketentuan Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan ‎Mengadili. Advokat itu merupakan padanan kata advocaat dari bahasa Belanda ‎yakni seseorang yang telah resmi diangkat untuk menjalankan profesinya setelah ‎memperoleh gelar meester in de rechten (Mr).‎
Lebih jauh lagi kata advokat secara etimologis berasal dari bahasa latin ‎advocare, yang berarti to defend, to call to one, said to vouch or warrant ‎. ‎Sedangkan dalam bahasa Inggris advocate berarti : to speak in favour or depend by ‎argument, to support, indicate, or recommanded publicly ‎. Sedangkan dalam ‎Kamus Besar Bahasa Indonesia advokat disamakan dengan pengacara yang berarti ‎pembela perkara, pendamping tergugat (terdakwa).‎
Secara terminologis terdapat beberapa pengertian advokat yang ‎didefinisikan oleh para ahli hukum, organisasi, peraturan dan perundang-undangan ‎yang pernah ada sejak masa kolonial hingga sekarang, seperti di bawah ini.‎
‎1.‎ Black’s Law Dictionary, Fifth Edition: “To speak in favor of or defend by ‎argument; one who assists, defends, or pleads for another; one who renders ‎legal advice and aid and pleads the cause of another before a court or a ‎tribunal, a counselor.”‎

‎2.‎ Pada pasal 1 butir 13 Undang-Undang No 8 tahun 1981 tentang UU ‎Hukum Acara Pidana, menyatakan bahwa : “Seorang penasehat hukum ‎adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau ‎berdasarkan undang-undang untuk memberikan bantuan hukum.”‎
‎3.‎ Dalam Undang-Undang Advokat No 18 Tahun 2003 pada bab 1 pasal 1 ‎ayat 1 disebutkan, bahwa : “Advokat adalah orang berprofesi memberi ‎jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi ‎persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini.”‎ ‎ ‎

B.‎ Kedudukan Hukum Advokat
Pemberian jasa hukum yang dilakukan oleh advokat kepada masyarakat ‎atau kliennya, sesungguhnya mempunyai landasan hukum yang kuat, baik yang ‎bersumber dari hukum zaman kolonial maupun setelah masa kemerdekaan. ‎Menurut Frans Hendra Winarta, perihal bantuan hukum termasuk di dalamnya ‎prinsip equality before the law dan acces to legal councel, dalam hukum positif ‎Indonesia telah diatur secara jelas dan tegas melalui berbagai peraturan dan ‎perundang-undangan.‎
Berkaitan dengan pemberian bantuan hukum ini diatur dalam undang-‎undang dasar 1945, misalnya:‎
‎1.‎ Pasal 27 ayat 1, menegaskan bahwa: “Setiap warga negara bersamaan ‎kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung ‎hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya.”‎
‎2.‎ Pasal 34, menyatakan bahwa: “Fakir miskin dan anak terlantar merupakan ‎tanggung jawab negara.”‎
Sampai tahun 2003 undang-undang di Indonesia yang mengatur advokat ‎secara tersendiri dan menyeluruh belum dibuat di Indonesia. Peraturan dan ‎perundang-undangan yang berkaitan dengan advokat hingga tahun 2003 diatur ‎secara terpisah dalam berbagai peraturan,‎ ‎ yaitu sebagai berikut:‎
‎1.‎ Rechtelijke Organisatie/RO Staatsblad 1848 No 57 mengatur mengenai ‎dasar-dasar, susunan, dan kekuasaan peradilan. Hoofdstuk VI pasal 185-‎‎192 berjudul Van Advocaten en Procureus mengatur mengenai ‎pengangkatan dan pemberhentian advokat oleh Mentri Kehakiman.‎
‎2.‎ Regeling Van Den Bijstand en De Vertegen Woordiging Van Partijen In ‎Burgelijke Zaken Voor De Landraden, Staatsblad 1927 No 496 mengenai ‎peraturan penerapan ketentuan khusus mengenai advokat yang mengatur ‎perihal wewenang mewakili klien. Juga mengenai penetapan tarif.‎
Selain peraturan dan perundang-undangan di atas juga diatur dalam ‎undang-undang mengenai advokat, yaitu sebagai berikut:‎
‎1.‎ Undang-undang No 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok ‎kekuasaan kehakiman-bab VII Bantuan Hukum ‎; sebagai berikut.‎
Pasal 35 : “Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh ‎bantuan hukum”‎
Pasal 36 : “Dalam perkara pidana seorang tersangka terutama sejak saat ‎dilakukan penangkapan dan/atau penahanan berhak ‎menghubungi dan meminta bantuan Penasehat Hukum.”‎
Pasal 37 : “Dalam memberi bantuan hukum tersebut pada pasal 36 diatas, ‎Penasehat Hukum membantu melancarkan penyelesaian ‎perkara dengan menjunjung tinggi Pancasila, hukum dan ‎keadilan.”‎
‎2.‎ Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana-Bab I dan ‎Bab VII Bantuan Hukum; sebagai berikut.‎
Pasal 1 : “Penasehat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ‎ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi ‎bantuan hukum”‎
Pasal 69 :“Penasehat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ‎ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan ‎menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.”‎
Kemudian pasal 70, 72, dan 73 yang mengatur hubungan penasehat hukum ‎dengan klien. Pasal 71 yang mengatur tentang pengawasan hubungan penasehat ‎hukum dan klien.‎
Pada tahun 2003 lahir undang-undang tentang advokat, yaitu undang-‎undang nomor 18 tahun 2003. Saat undang-undang ini disahkan maka advokat, ‎penasehat hukum, pengacara praktek, dan konsultan hukum yang telah diangkat ‎dinyatakan sebagai advokat. ‎
Sedangkan profesi advokat menurut pasal 1 UU no 18 tahun 2003 adalah ‎memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yaitu memberikan ‎konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mendampingi, membela, ‎dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien.‎
Kini setelah penantian lebih dari dua dasawarsa para advokat mempunyai ‎pegangan dasar hukum untuk mempunyai posisi yang sama sebagai penegak ‎hukum bersama polisi, jaksa, dan hakim atau yang lebih dikenal dengan istilah ‎catur wangsa. Pasal 5 undang-undang advokat(no. 18 tahun 2003) menyebutkan ‎bahwa advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas, dan mandiri.‎

C.‎ Tugas Dan Fungsi Advokat
Pengertian advokat menurut Pasal 1 ayat (1) UU Advokat adalah orang ‎yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan ‎yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang ini. Selanjutnya dalam ‎UU Advokat dinyatakan bahwa advokat adalah penegak hukum yang memiliki ‎kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya (hakim, jaksa, dan polisi). ‎Namun demikian, meskipun sama-sama sebagai penegak hukum, peran dan fungsi ‎para penegak hukum ini berbeda satu sama lain.‎
‎1.‎ Tugas Advokat
Advokat sebagai penegak hukum menjalankan peran dan fungsinya secara ‎mandiri untuk mewakili kepentingan masyarakat (klien) dan tidak terpengaruh ‎kekuasaan negara (yudikatif dan eksekutif).‎
Persepsi masyarakat terhadap tugas advokat sampai saat ini masih banyak ‎yang salah paham. Mereka menganggap bahwa tugas advokat hanya membela ‎perkara di pengadilan dalam perkara perdata, pidana, dan tata usaha negara di ‎hadapan kepolisian, kejaksaan, dan di pengadilan. Sesungguhnya pekerjaan ‎advokat tidak hanya bersifat pembelaan tetapi mencakup tugas lain di luar ‎pengadilan bersifat nonlitigasi.‎
Tugas advokat bukanlah merupakan pekerjaan, tetapi lebih merupakan ‎profesi.‎ ‎ Karena profesi advokat tidak sekedar bersifat ekonomis untuk mencari ‎nafkah, tetapi mempunyai nilai sosial yang lebih tinggi di dalam masyarakat.‎
Tugas advokat adalah membela kepentingan masyarakat (public defender) ‎dan kliennya. Tugas advokat dalam memberikan kuasa hukum kepada masyarakat ‎tidak terinci dalam uraian tugas, karena ia bukan pejabat negara sebagai pelaksana ‎hukum seperti halnya polisi, jaksa, dan hakim.‎ ‎ ‎
‎2.‎ Fungsi Advokat
Tugas dan fungsi dalam sebuah profesi apapun tidak dapat dipisahkan satu ‎dengan lainnya. Karena keduanya merupakan sistem kerja yang saling ‎mendukung. Dalam menjalankan tugasnya, seorang advokat harus berfungsi :‎
‎1.‎ Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia;‎
‎2.‎ Memperjuangkan hak asasi manusia;‎
‎3.‎ Melaksanakan Kode Etik Advokat;‎
‎4.‎ Memegang teguh sumpah advokat dalam rangka menegakkan hukum, ‎keadilan dan kebenaran;‎
‎5.‎ Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai keadilan, ‎kebenaran dan moralitas);‎
‎6.‎ Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat dan martabat ‎advokat;‎
‎7.‎ ‎ Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan advokat terhadap masyarakat ‎dengan cara belajar terus-menerus (continuous legal education) untuk ‎memperluas wawasan dan ilmu hukum;‎
‎8.‎ Menangani perkara-perkara sesuai dengan kode etik advokat, baik secara ‎nasional, yakni Kode Etik Advokat Indonesia, maupun secara ‎internasional, yakni mengacu kepada IBA Standards for the Independence ‎of the Legal Profession, Declaration of the World Conference on the ‎Independence of Justice, IBA General Principles of Ethics for Lawyers, ‎Basic Principles on the Role of Lawyers ;‎
‎9.‎ Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan yang merugikan ‎masyarakat dengan cara mengawasi pelaksanaan etika profesi advokat ‎melalui Dewan Kehormatan Asosiasi Advokat;‎
‎10.‎ Memelihara kepribadian advokat karena profesi advokat merupakan ‎profesi yang terhormat (officium nobile). Setiap advokat harus selalu ‎menjaga dan menjunjung tinggi citra profesinya agar tidak merugikan ‎kebebasan, kemandirian, derajat dan martabat seorang advokat;‎
‎11.‎ Menjaga hubungan baik dengan klien maupun dengan teman sejawat;‎
‎12.‎ Memelihara persatuan dan kesatuan advokat agar sesuai dengan maksud ‎dan tujuan organisasi advokat;‎
‎13.‎ Memberikan pelayanan hukum (legal services), nasehat hukum (legal ‎advice), konsultasi hukum (legal consultation), pendapat hukum (legal ‎opinion), informasi hukum (legal information) dan menyusun kontrak-‎kontrak (legal drafting);‎
‎14.‎ Membela kepentingan klien (litigasi) dan mewakili klien di muka ‎pengadilan (legal representation);‎
‎15.‎ Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada masyarakat yang ‎lemah dan tidak mampu (melaksanakan pro bono publico). Pembelaan bagi ‎orang tidak mampu, baik di dalam maupun di luar pengadilan merupakan ‎bagian dari fungsi dan peranan advokat di dalam memperjuangkan hak ‎asasi manusia.‎ ‎ ‎
D.‎ Perkembangan Organisasi Advokat di Indonesia
Cikal bakal organisasi advokat secara nasional bermula dari didirikannya ‎Persatuan Advokat Indonesi (PAI), pada 14 Maret 1963. PAI ini kemudian ‎mengadakan kongres nasional yang kemudian melahirkan Peradin. Dalam ‎perkembangannya, Peradin ini tidak terlepas dari intervensi pemerintah sebab ‎perjuangannya pada waktu itu dianggap membahayakan kepentingan rezim ‎pemerintah yang sedang berkuasa sehingga munculah organisasi advokat yang ‎disebut Ikadin. Ikadin pun kemudian pecah dan advokat yang kecewa terhadap ‎suksesi kepengurusan Ikadin mendirikan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).‎
Sejak diberlakukannya UU Advokat pada tanggal 5 April 2003, maka 8 ‎organisasi advokat yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Ikatan Penasehat ‎Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), ‎Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Asosiasi Advokat Indonesia ‎‎(AAI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar ‎Modal (HKHPM), dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) diamanatkan ‎oleh pembentuk undang-undang untuk membentuk suatu organisasi advokat ‎dalam kurun waktu 2 tahun. Untuk itu, dibentuklah Komite Kerja Advokat ‎Indonesia, yang kemudian KKAI ini merumuskan Kode Etik Advokat Indonesia ‎pada tanggal 23 Mei 2002 dan mendeklarasikan organisasi advokat sebagai ‎organisasi payung advokat di Indonesia yang disebut Peradi (Perhimpunan ‎Advokat Indonesia/Indonesian Advocates Asociation) pada tanggal 21 Desember ‎‎2004 yang akta pendiriannya disahkan pada 8 September 2005.‎
Peradi tersebutlah yang pada saat ini menyelenggarakan Pendidikan ‎Khusus Pendidikan Advokat (PKPA), Ujian Profesi Advokat (UPA), dan ‎Magang bagi seorang yang berlatar pendidikan tinggi hukum yang berniat untuk ‎menjalankan profesi advokat di Indonesia.‎
‎1.‎ Pengertian Organisasi Advokat
Undang-Undang Advokat tidak merinci apa yang dimaksud organisasi, ‎tetapi menentukan bahwa “Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah ‎profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan ‎Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas ‎profesi Advokat, dimana susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para ‎Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.”‎
Organisasi advokat yang dimaksud oleh Undang-Undang Advokat harus ‎memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) harus satu wadah berarti wadah tunggal, (2) ‎harus mempunyai susunan organisasi (struktur organsisasi) yang jelas, (3) harus ‎mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, (4) harus tunduk dan ‎didirikan sesuai Undang-Undang Advokat yaitu antara tanggal 5 April 2003 s/d 5 ‎April 2005, (5) harus didirikan oleh para Advokat Indonesia.‎
Tujuan organisasi advokat secara garis besar sebagaimana tercantum dalam ‎IBA Standards for the Independence of the Legal Profession adalah memastikan ‎independensi advokat dalam posisinya sebagai profesi hukum dari segala macam ‎intervensi hukum.‎
‎2.‎ Struktur Organisasi
Tiga elemen dasar yang ada pada setiap struktur organisasi-organisasi ‎advokat rata-rata terdiri dari:‎
a.‎ Dewan Pengurus;‎
b.‎ Dewan Kehormatan;‎
c.‎ Dewan Penasehat.‎
Kekuasaan tertinggi berada pada tangan Musyawarah Nasional (Munas) ‎yang diadakan secara periodik, tergantung dari kebijakan masing-masing ‎organisasi advokat ‎. ‎
Dewan Pengurus organisasi advokat biasanya terdiri dari Ketua (sekaligus ‎wakil ketua), Sekretaris jendral dan Bendahara. Dewan Pengurus bertanggung ‎jawab terhadap pelaksanaan dan jalannya organisasi sesuai yang diamanatkan ‎dalam Anggaran Dasar (AD) maupun Anggaran Rumah (ART). Dewan ‎kehormatan merupakan organ yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan ‎penegakan kode etik profesi. Dalam menjalankan tugasnya, dewan kehormatan ‎bersifat pasif, dalam arti ia menjalankan fungsi penegakan kode etiknya dengan ‎hanya menunggu adanya aduan. Dewan penasehat berfungsi untuk memberikan ‎saran maupun nasehat kepada DPP maupun DPC, baik diminta maupun tidak.‎
Berdasarkan AD/ART, pendanaan organisasi advokat ‎ umumnya berasal ‎dari beberapa sumber, yaitu: iuran anggota, sumbangan pihak ketiga, dan usaha ‎lain yang sah.‎
Secara umum terdapat tiga macam jenis keanggotaan ‎ bagi organisasi ‎advokat, yaitu: anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan.‎

E.‎ Bantuan Hukum
Bantuan hukum adalah jasa memberi bantuan hukum dengan bertindak ‎baik sebagai pembela dari seseorang yang tersangkut dalam perkara pidana ‎maupun sebagai kuasa dalam perkara perdata atau tata usaha negara di muka ‎pengadilan dan atau memberi nasehat hukum di luar pengadilan ‎.‎
Kegiatan bantuan hukum sebenarnya sudah dimulai sejak berabad-abad ‎yang lalu. Sejak terjadi Revolusi Prancis dan Amerika, konsep bantuan hukum ‎semakin diperluas dan dipertegas. Pemberian bantuan hukum tidak semata-mata ‎didasarkan kepada charity (kedermawanan) terhadap masyarakat yang tidak ‎mampu namun kerap dihubungkan dengan hak-hak politik ‎. Dalam ‎perkembangannya hingga sekarang, konsep bantuan hukum selalu dihubungkan ‎dengan cita-cita negara kesejahteraan (welfare state), dimana pemerintah ‎mempunyai kewajiban untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.‎
Cappelletti dan Gordley dalam artikel “Legal Aid Modern Themes and ‎Variations”, seperti yang dikutip Soerjono Soekamto membagi hukum ke dalam ‎dua model, yaitu bantuan hukum model yuridis-individual yang merupakan hak ‎yang diberikan kepada warga masyarakat untuk melindungi kepentingan-‎kepentingan individualnya. Dan bantuan hukum model kesejahteraan yang ‎diartikan sebagai suatu hak akan kesejahteraan yang menjadi bagian dari kerangka ‎perlindungan sosial yang diberikan oleh suatu negara kesejahteraan.‎
Lain halnya dengan Schuyt, Groenendijk, dan Sloot mereka membedakan bantuan ‎hukum ke dalam lima jenis ‎, yaitu :‎
‎1.‎ Bantuan hukum preventif : bantuan hukum yang dilaksanankan dalam ‎bentuk pemberian penerangan dan penyuluhan hukum kepada masyarakat.‎
‎2.‎ Bantuan hukum diagnostik : bantuan hukum yang dilaksanakan dengan ‎cara pemberian nasehat-nasehat hukum atau biasa dikenal dengan ‎konsultasi hukum.‎
‎3.‎ Bantuan hukum pengendalian konflik bertujuan untuk mengatasi secara ‎aktif permasalahan-permasalahan hukum kongkrit yang terjadi di ‎masyarakat dengan cara memberikan asistensi hukum kepada anggota ‎masyarakat yang tidak mampu menggunakan jasa advokat.‎
‎4.‎ Batuan hukum pembentukan hukum yang dimaksudkan untuk memancing ‎yurisprudensi yang lebih tegas, tepat, jelas, dan benar.‎
‎5.‎ Bantuan hukum pembaruan hukum merupakan bantuan hukum yang usaha-‎usahanya lebih ditujukan mengadakan pembaruan hukum baik melalui ‎hakim atau melalui pembentuk undang-undang.‎
Sementara di Indonesia, para ahli hukum dan praktisi hukum membagi ‎bantuan hukum ke dalam dua macam, yaitu bantuan hukum individual yang ‎merupakan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu ‎dalam bentuk pendampingan oleh advokat dalam proses penyelesaian sengketa ‎yang dihadapi dalam rangka menjamin pemerataan pelayanan hukum kepada ‎masyarakat. Dan bantuan hukum struktural yang bertujuan untuk menumbuhkan ‎kesadaran dan pengertian masyarakat akan pentingnya hukum ‎.‎
Kesimpulan
Advokat adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan ‎hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan ‎pada acara persidangan di pengadilan atau beracara di pengadilan. ‎
Undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang penegak hukum yang ‎mencakup advokat, hakim, jaksa, dan polisi semakin memantapkan dasar ‎legitimasi advokat di Indonesia.‎
Tugas advokat adalah membela kepentingan masyarakat (public defender) ‎dan kliennya. Advokat dibutuhkan pada saat seseorang atau lebih anggota ‎masyarakat menghadapi suatu masalah di bidang hukum. ‎
Akan tetapi pada kenyataannya advokat seringkali terlibat dalam mafia ‎peradilan yang menjadi biang terjadinya judicial corruption. Inilah yang menjadi ‎tugas organisasi advokat untuk melakukan pengawasan terhadap independensi ‎advokat dalam sistem hukum. Karena bagaimanapun advokat mempunyai peran ‎yang sangat vital dalam penegakan hukum.‎
Sejak diberlakukannya UU Advokat pada tanggal 5 April 2003, maka 8 ‎organisasi advokat yang diamanatkan oleh pembentuk undang-undang untuk ‎membentuk suatu organisasi advokat. Pada tanggal 23 Mei 2002 mendeklarasikan ‎organisasi advokat sebagai organisasi payung advokat di Indonesia yang disebut ‎Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia/Indonesian Advocates Asociation).‎
Bantuan hukum adalah jasa memberi bantuan hukum dengan bertindak ‎baik sebagai pembela dari seseorang yang tersangkut dalam perkara pidana ‎maupun sebagai kuasa dalam perkara perdata atau tata usaha negara di muka ‎pengadilan dan atau memberi nasehat hukum di luar pengadilan ‎.‎

DAFTAR PUSTAKA
Adji, Oemar Seno. 1991. Profesi Advokat. Jakarta: Erlangga.‎
Anggara. 2006. Dimensi Moral Profesi Avokat. ‎http:\\anggara.org/2006/06/14/dimensi-moral-profesi-advokat-dan-pekerja-‎bantuan-hukum/. ‎
Budiyana. 2007. Peran, Fungsi, dan Perkembangan Organisasi Advokat. ‎http:\\budiyana.wordpress.com/2007-10-04/peran-fungsi-dan-‎perkembangan-organisasi-advokat/.‎
Fauzan, Ahmad. 2004. Undang-Undang Lengkap tentang Penegak Hukum. ‎Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.‎
McKechnie, Jean L., dkk. Webster’s New Twentieth Century Dictionary of The ‎English Language. Simon and Schuster.‎
Pangaribuan, Luhut M.P. 1996. Advokat dan Contempt of Court. Jakarta: ‎Djambatan.‎
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa ‎Indonesia. Edisi ke III. Jakarta: Balai Pustaka.‎
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia. 2001. Advokat Indonesia Mencari ‎Legitimasi: Studi tentang Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. ‎Jakarta. ‎
Rosyadi, Rahmat dan Sri Hartini. 2003. Advokat dalam Perspektif Islam dan ‎Hukum Positif. Jakarta: Ghalia Indonesia.‎
Simahasa, Abdurrahman Sa’at. 1989. Cakrawala Advokat Indonesia. Yogyakarta: ‎Liberty.‎
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Advokat. ‎
‎‎
Read More......

Kamis, 01 Januari 2009

KEJAHATAN TERHADAP HARTA KEKAYAAN

“Pencurian dan Pengelapan”
Egoistis individual dan keinginan memperoleh materi harta kekayaan atau materi, semakin menonjol. Segala bentuk dan jalan mereka gunakan untuk mendapatkannya. Bahkan tidak sedikit mereka melakukan tindak pidana kejahatan, baik dengan melakukan pencurian, penggelapan atau penipuan.
Tindak pidana kejahatan terhadap kekayaan, baik yang dilakukan perseorangan atau gerombolan membuat kekhawatiran dalam masyarakat. Pemerintahan sebagai pemimpin bangsa sangat diharapkan perannya untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Maka dibentuklah perundang-undangan tenang kejahatan terhadap kekayaan dalam bentuk suatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai salah satu tanggungjawab pemerintah menangani kejahatan tersebut.
Kejahatan terhadap harta kekayaan dalam KUHP terdapat pada buku II tentang kejahatan: Bab XXII pencurian; Bab XXIII Pemerasan dan Pengancaman; Bab XXIV Penggelapan; Bab XXV Perbuatan curang; Bab XXVI merugikan orang berpiutang atau yang mempunyai hak; Bab XXVII menghancurkan atau merusak barang; Bab XXX penadahan. Kejahatan terhadap harta kekayaan sendiri diartikan sebagai suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas benda milik orang lain. Setiap tindak kejahatan memiliki unsur-unsur tersendiri, baik yang subjektif atau objektif. Keberadaan Unsur-unsur tersebut menjadi parameter seseorang terdakwa tertuduh melakukan tindak pidana kejahatan. Perbedaan pokok antara macam-macam tindak pidana tersebut adalah:[1] pencurian (diefstal): mengambil barang orang lain untuk memilikinya; pemerasan (afpersing); memaksa orang lain dengan kekerasan untuk memberikan sesuatu; pengancaman (afdreiging): memaksa orang lain dengan ancaman untuk memberikan sesuatu; penipuan (oplichting): membujuk orang lain dengan tipu muslihat untuk memberikan sesuatu; penggelapan barang (verduistering): memiliki barang bukan haknya yang sudah ada di tangannya; merugikan orang yang berpiutang: sebagai orang yang berpiutang berbuat sesuatu terhadap kekayaan sendiri dengan merugikan si berpiutang (creditor) penghancuran atau perusakan barang: melakukan perbuatan terhadap barang orang lain secara merugikan tanpa mengambil barang itu; penadahan: menerima atau memperlakukan barang yang diperoleh orang lain secara tindak pidana; Kemudian dalam tulisan ini akan memberikan sedikit gambaran tentang kejahatan pencurian dan pengelapan sebagaimana yang akan dijelasakan dibawah ini.
A. Pencurian.
Menurut KUHP tindak pidana pencurian dibedakan atas lima macam, yaitu[2]: tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok tindak pidana pencurian dengan unsur-unsur yang memberatkan tindak pidana pencurian ringan tindak pidana pencurian dengan kekerasan tindak pidana pencurian dalam keluarga Pertama, Tindak pidana penncurian dalam bentuk pokok, dirumuskan dalam pasal 362 KUHP, yang berbunyi: ”barang siapa yang mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah” Pencurian dalam bentuk pokok ini mengadung unsur objektif dan subjektif. ‎

‎1. Unsur objektif: Barang siapa (Hij), yaitu subjek atau pelaku dari tindak pidana. Hij biasa diartikan barang siapa dalam artian manusia, karena pidana penjara yang diancamkan terhadap pelaku pencurian merupakan suatu ’vrijheidsstraf’, yakni suatu pidana yang bertujuan untuk membatasi kebebasan pelaku, dan pidana denda merupakan suatu ’vermogenstraf’, yakni pidana yang bertujuan untuk mengurangi harta kekayaan pelaku. ’vrijheidsstraf’ dan ’vermogenstraf’ hanya bisa ditimpakan kepada manusia. Karena yang dapat dikurangi harta kekayaan sebagai suatu pidana ini bukan hanya manusia saja, maka ada yang mengartikan barang siapa atau Hij ini manusia atau suatu badan hukum. Lamintang menyalahkan pendapat bahwa suatu badan hukum bisa dijadikan pelaku pencurian dengan alasan karena dalam penjelasan tentang pembentukan pasal 59 KUHP mengatakan: ”suatu tindakan pidana itu hanya dapat dilakukan oleh seorang manusia. Anggapan seolah-olah suatu badan hukum itu dapat bertindak seperti seorang manusia, tidak berlaku di bidang hukum pidana.” [3] b. Mengambil (Wergemen), artinya membawa barang dari tempat asalnya ke tempat lain. Jadi barang tersebut harus bersifat dapat digerakan, dapat diangkat dan dipindahkan.[4] Adapun istilah ’mencuri tanah’ itu maksudnya memiliki tanah tanpa hak. Kemudian apabila seorang pencopet memasukan tangannya kedalam tas orang lain dan memegang dompet uang yang tersimpang di tas itu dengan maksud memilikinya, akan tetapi si copet belum berhasil telah ketahuan oleh yang punya dan dipukul sehingga ia harus melepaskan pegangannya, maka belumlah dapat dikatakan bahwa si tukang copet ”mengambil” dompet itu, sebab dompet masih berada di dalam tas yang punya. Si tukang copet di tuntut melakukan percobaan pencurian bukan pencurian. c. Suatu benda (Eenig), artinya ada benda yang diambil pelaku. Adapun yang dimaksud dengan benda ini harus sesuatu yang berharga atau bernilai bagi korban[5]. Barang yang diambil itu tidak terbatas mutlak milik orang lain tetapi juga sebagian dimiliki oleh si pencuri, yaitu apabila merupakan suatu harta warisan yang belum dibagi, dan si pencuri termasuk dalam ahli waris yang turut berhak atas barang itu.[6] d. Sebagian/seluruhnya kepunyaan orang lain (Dat gehel of geseeltelijk aan een ander toebehoort), artinya barang tersebut bukan milik pelaku tetapi merupakan milik orang lain secara utuh atau sebagian, jika barang itu milik si pencuri atau barang temuan maka tidak termasuk pencurian.[7] 2. Unsur subujektif: Menguasai benda tersebut dengan melawan hukum. Mentri kehakiman menyatakan bahwa yang dimsaksud dengan ’oogmerk’ atau maksud dalam pasal 362 ialah naaste doel ataupun dalam dokrin disebut bijkomend oogmerk atau maksud lebih lanjut.[8] ’Maksud menguasai barang’ berarti untuk memiliki bagi diri sendiri atau dijadikan sebagai barang miliknya. Menurut Wirjono, ada suatu kontradiksi antara ’memiliki barang’ dan ’melawan hukum’. ’Memiliki barang’ itu berarti menjadikan dirinya pemilik, sedangkan untuk menjadi pemilik suatu barang harus menurut hukum. Maka sebenarnya tidak mungkin orang memiliki barang milik orang lain dengan melanggar hukum karena kalau melanggar hukum, tidak mungkin orang menjadi pemilik barang. Oleh karaena itu, Wirjono mendefinisikan memiliki barang dengan melawan hukum tersebut adalah berbuat sesuatu dengan suatu barang seolah-olah pemilik barang itu, dan dan dengan perbuatan itu si pelaku melanggar hukum.[9] Mr. R. Tresna merumuskannya sebagai berikut: a. bahwa yang mengambil itu bermaksud untuk memiliki barang itu, artinya terhadap barang itu ia bertindak seperti yang punya. b. bahwa memiliki barang itu harus tanpa hak, artinya dengan memperkosa hak orang lain atau berlawanan dengan hak orang lain. c. yang mengambil itu harus mengetahui, bahwa pengambilan barang itu tanpa hak.[10] Kedua, Tindak pidana pencurian dengan unsur-unsur yang memberatkan, diatur dalam pasal 363 KUHP. Pencurian dalam tindak pidana pencurian dengan unsur memberatkan mempunyai arti yang sama dengan pencurian dalam bentuk pokok, akan tetapi pencurian itu ditambah unsur lain yang telah tercantum pasal 363 KUHP yang bersifat memberatkan pelaku, sehingga ancaman pidananya lebih berat dari pidana pencurian dalam bentuk pokok, yaitu pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun.[11] Adapun yang termasuk pencurian tersebut adalah sebagai berikut: 1. pencurian ternak; 2. pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang; 3. pencurian pada waktu malam hari dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak; 4. pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; 5. pencurian yang masuk ke tempat melakukan kejahatan atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat dengan memaki anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu; 6. jika pencurian yang tercantum dalam butir 3 disertai dengan ssalah satu dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Kemajuan teknologi informasi yang menjadi starting points dari keberadaan cyber crime ”kejahatan dunia maya”, secara yuridis dapat membawa dampak pada hukum yang mengatur tentang hal tersebut. Perhatian terhadap cyber crime tersebut dikarenakan dampak dari adanya cyber crime bersifat negatif yang dapat merusak terhadap seluruh bidang kehidupan modern saat ini, oleh karena kemajuan teknologi komputer menjadi salah satu pendukung kehidupan masyarakat.[12] Bahkan kekhawatiran dampak negatif dari keberadaan cyber crime ini secara internasional pernah diutarakan dalam “International Information Industry Congress 2000 Millennium Conggres” di Quebec, yang menyatakan bahwa: “Cyber crime is a real growing threat to economic and social development around the world. Information technology touches every aspect of human life so can electronically enable crime.” (Kejahatan dunia maya merupakan suatu pertumbuhan nyata yang mengancam pembangunan ekonomi dan sosial dunia.[13] Teknologi informasi menyentuh setiap aspek kehidupan manusia yang secara elektronik dapat menimbulkan kejahatan. Dalam hal pencurian/pembobolan sistem komputer yang dimaksudkan untuk mendapatkan uang tunai melalui transfer dapat diterapkan Pasal 363 KUHP dimana dalam pasal tersebut memperluas pengertian kunci palsu dan perintah palsu sehingga “password” atau “test-key” yang digunakan dalam pencurian tersebut termasuk di dalamnya. Ketiga, tindak pidana pencurian ringan, diatur dalam pasal 364 KUHP yang berbunyi: ”perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitupun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah” Tentang ’nilai benda yang dicuri’ itu semula ditetapkan ’tidak lebih dua puluh lima rupiah’, akan tetapi dengan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 16 tahun 1960 tentang beberapa perubahan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah diubah ’dua ratus lima puluh rupiah’.[14] Dari rumusan ketentuan pidana di atas dapat diketahui, bahwa yang dimaksud pencurian ringan itu dapat berupa: a. tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok; b. tindak pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama; atau c. Tindak pidana pencurian, yang untuk mengusahakan jalan masuk ke tempat kejahatan atau untuk mencapai benda yang hendak diambilnya, orang yang bersalah telah melakukan pembongkaran, perusakann, pemanjatran atau telah memakai kunci-kunci palsu atau serangan palsu Dengan syarat: a. tidak dilakukan di dalam sebuah rumah temapt kediaman; b. tidak dilakukan di atas sebuah perkarangan tertutup yang di atasnya terdapat sebuah tempat kediaman, dan c. nilai dari benda yang dicuri itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah.[15] Sedangkan untuk waktu sekarang, nilai dari benda ditentukan sesuai dengan kelayakan dan kepantasan pada waktu sekarang. Keempat, tindak pidana pencurian dengan kekerasan, diatur dalam pasal 365 KUHP. Pencurian dengan unsur kekerasan ini termasuk suatu pencurian dengan unsur-unsur memberatkan pula, yaitu yang disertai kekerasan atau ancaman kekerasan. Pasal 364 ini mengatur satu kejahatan, bukan dua kejahatan yang terdiri dari kejahatan ’pencurian’ dan ’pemakaian kekerasan terhadap orang’, ataupun bukan merupakan suatu samenloop dari kejahatan ’pencurian’ dengan kejahatan ’pemakaian kekerasan terhadap orang’. Menurut Prof. Simons, kekerasan itu tidak saja merupakan sarana atau cara untuk melakukan pencurian, melainkan cukup jika kekerasan tersebut terjadi ’sebelum’, ’selama’ dan ’sesudah’ pencurian.[16] Kemudian pasal 366 menjelaskan mengenai hukum pidana pencurian yang tecantum pada pasal 362, 363 dan 364 dapat diputuskan dari hak-dak seperti yang disebut dalam pasal 36 angka 1-4 KUHP, yaitu: 1. hak untuk menjabat segala jabatan tertentu. 2. hak untuk masuk dinas kemiliteran. 3. hak untuk memilih atau dipilih pada pemilihan yang dilakukan berdasarkan undang-undang 4. hak untuk menjadi penasehat, wali pengawas/pengampu atau pengawas/pengampu atas orang lain dari pada anaknya sendiri.[17] Kelima, tindak pidana pencurian dalam keluarga, diatur dalam pasal 367 KUHP. Menurut pasal 367 ayat 2 KUHP, apabila pelaku atau pembantu dari pencurian dari pasal 362, 364, dan 365 adalah suami atau istri dari si korban, dan mereka dibebaskan dari kewajiban tinggal bersama, atau keluarga sedarah semenda, baik dalam keturunan lurus maupun sendiri hanya boleh dilakukan penututan atas pengaduan si korban pencurian. Aduan pada pencurian dalam keluarga ini termasuk delik aduan relatif, yaitu kejahatan yang hanya dalam keadaan tertentu saja merupakan delik aduan.[18] Apabila suami-istri itu tidak dibebaskan dari kewajiban tinggal bersama, maka menurut ayat 1 pasal 367 KUHP sama sekali tidak boleh dilakukan penuntutan. Akan tetapi, ayat 3 pasal tersebut menyebutkan jika menurut adat-istiadat garis ibu (matriarchaat dari daerah minangkabau) kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain dari pada bapak, maka aturan ayat 2 berlaku juga bagi orang itu.[19]
B. Pengelapan (Verduistering)
Dalam KUHP, Penggelapan dimuat dalam buku II bab XXIV yang oleh Van Haeringen mengartikan Istilah Penggelapan ini sebagai “geheel donkermaken” atau sebagai “uitstraling van lichtbeletten” yang artinya “membuat segalanya menjadi gelap” atau “ menghalangi memancarnya sinar”. Sedangkan Lamintang dan Djisman Samosir mengatakan akan lebih tepat jika istilah Penggelapan diartikan sebagai “penyalah gunaan hak” atau “penyalah gunaan kekuasaan”.[20] Akan tetapi para sarjana ahli hukum lebih banyak menggunakan kata “Penggelapan“. Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian yang dijelaskan dalam pasal 362. Hanya saja pada pencurian barang yang dimiliki itu masih belum berada di tangan pelaku dan masih harus diambilnya, sedang pada penggelapan waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan pelaku tidak dengan jalan kejahatan. Menurut KUHP tindak pidana penggelapan dibedakan atas lima macam, yaitu[21]: 1. tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok 2. tindak pidana penggelapan ringan 3. tindak pidana penggelapan dengan unsur-unsur yang memberatkan 4. tindak pidana penggelapan oleh wali dan lain-lain 5. stindak pidana penggelapan dalam keluarga Selain macam-macam Penggelapan yang telah disebutkan di atas masih ada tindak pidana lain yang yang masih mengenai penggelapan, yaitu “Kejahatan Jabatan” pada pasal 415 dan pasal 417, yang kini ditarik ke dalam tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU No. 31 tahun 1999 dan UU No. 20 tahun 2001. 1. Penggelapan dalam bentuk pokok Penggelapan dalam bentuk pokok dijelaskan dalam pasal 372 yakni “barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum, memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”. Penggelapan yang dicantumkan dalam pasal di atas oleh R. Soesilo disebut dengan “Penggelapan Biasa”.[22] Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 372 ini terdiri dari unsur objektif dan subjektif:[23] Ø Unsur subjektif · Unsur kesengajaan; memuat pengertian mengetahui dan menghendaki. Berbeda dengan tindak pidana pencurian yang tidak mencantumkan unsur kesengajaan atau ‘opzettelijk’ sebagai salah satu unsur tindak pidana pencurian. Rumusan pasal 372 KUHP mencantumkan unsur kesengajaan pada tindak pidana Penggelapan, sehingga dengan mudah orang mengatakan bahwa penggelapan merupakan opzettelijk delict atau delik sengaja. Ø Unsur objektif · Barang siapa; seperti yang telah dipaparkan dalam tindak pidana pencurian, kata ‘barang siapa’ ini menunjukan orang. Apabila seseorang telah memenuhi semua unsur tindak pidana penggelapan maka dia dapat disebut pelaku atau ‘dader’ · Menguasai secara melawan hukum (bermaksud memiliki); mentri kehakiman pemerintahan kerajaan Belanda, menjelaskan maksud unsur ini adalah penguasaan secara sepihak oleh pemegang sebuah benda seolah-olah ia merupakan pemiliknya, bertentangan dengan hak yang membuat benda tersebut berada padanya. · Suatu benda; ialah benda yang menurut sifatnya dapat dipindah-pindahkan ataupun dalam prakteknya sering disebut ‘benda bergerak’ · Seluruh atau sebagiannya adalah milik orang lain; sebagaimana keterangan Simons, “penggelapan atas benda yang sebagian merupakan kepunyaan orang lain itu dapat saja terjadi. Barang siapa atas biaya bersama telah melakukan suatu usaha bersama dengan orang lain, ia tidak boleh menguasai uang milik bersama itu untuk keperluan sendiri”. · Benda Yang ada dalam kekuasaannya tidak karena kejahatan; yaitu harus ada hubungan langsung yang sifatnya nyata antara pelaku dengan suatu benda pada tindak pidana penggelapan. Misalnya, karena dititipkan, dipinjamkan, disewakan, atau digadaikan kepada pelaku Misalnya : si A menyewa sepeda kepada si B, kemudian si A menjual sepeda tersebut tanpa sepengetahuan si B. (dengan demikian si A dianggap telah melakukan penggelapan karena dia tidak memiliki hak untuk menjual sepeda tersebut) 2. Penggelapan ringan Penggelapan ringan, diatur pada pasal 373, yaitu Penggelapan bisaa (pasal 372), jika yang digelapkan itu bukan binatang ternak (hewan) dan barang yang harganya tidak lebih dari Rp. 250.[24] Dengan demikian maka penggelapan hewan, Penggelapan barang yang harganya lebih dari Rp. 250 , Penggelapan barang yang tidak dapat dinilai harganya, Penggelapan dengan pemberatan pasal 374 dan 375 KUHP, meskipun harga barang yang digelapkan kurang dari Rp, 250, itu tidak masuk dalam Penggelapan ringan.[25] Unsur-unsur yang terkandung dalam pasal ini adalah: Ø Semua unsur yang terkandung dalam pasal 372 Ø Unsur khususnya yakni: · Obyeknya benda yang bukan ternak · Harga atau nilai benda tersebut tidak sampai Rp. 250 · Bukan Penggelapan dalam bentuk yang diperberat 3. Penggelapan dalam bentuk yang diperberat Dalam pasal 374 dijelaskan bahwa: “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena hubungan kerja atau karena unsur pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana lima tahun”. Selain -unsur yang terkandung dalam pasal 372 di atas, dalam pasal 374 ini merumuskan tiga macam hubungan antara si pelaku dengan orang yang menitipkan barangnya, yaitu:[26] a) hubungan buruh-majikan (persoonlijke dienstbtrekking) Dalam hubungan antara buruh-majikan ini, barang yang digelapkan tidak harus kepunyaan si majikan. Bisa jadi barang tersebut adalah barang orang lain atau buruh lain, akan tetapi karena sebagai buruh pelaku harus mematuhi perintah majikannya untuk mengurus barang-barang tersebut. b) hubungan berdasarkan pekerjaan si pelaku sehari-hari (beroep) Seorang pemborong yang menggelapkan barang-barang milik pihak yang memberikan pekerjaan pemborongan misalnya, adalah termasuk Penggelapan yang berdasarkan pada pekerjaan si pelaku sehari-hari. c) hubungan dimana si pelaku mendapat upah. Misalnya: seorang petugas stasiun yang diupah untuk membawa barang ke atas kereta oleh seorang penumpang, akan tetapi petugas tersebut tidak membawanya ke kereta, dengan demikian petugas tersebut bisa dituntut melakukan Penggelapan. 4. Penggelapan oleh wali dan lain-lain Dalam pasal 375 dijelaskan bahwa “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi barang untuk disimpan, atau yang dilakukan oleh wali pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap barang sesuatu yang dikuasainya selaku demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun”. Selain unsur-unsur yang terkandung dalam pasal 372 di atas, unsur dalam Penggelapan yang ada pada pasal 375 ini adalah beradanya benda objek Penggelapan di dalam kekuasaan pelaku disebabkan karena:[27] a) terpaksa disuruh menyimpan barang itu; Ini biasanya disebabkan karena terjadi kebakaran, banjir dan sebagainya. b) kedudukan sebagai seorang wali (voogd); Wali yang dimaksudkan di sini adalah wali bagi anak-anak yang belum dewasa. c) kedudukan sebagai pengampu (curator); Pengampu yang dimaksudkan adalah seseorang yang ditunjuk oleh hakim untuk menjadi wali bagi seseorang yang sudah dewasa, akan tetapi orang tersebut dianggap tidak dapat berbuat hukum dan tidak dapat menguasai atau mengatur harta bendanya disebabkan karena ia sakit jiwa atau yang lainnya. d) kedudukan sebagai seorang kuasa (bewindvoerder); Seorang kuasa berdasarkan BW adalah orang yang ditunjuk oleh hakim dan diberi kuasa untuk mengurus harta benda seseorang yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya tanpa menunjuk seorang wakil pun untuk mengurus harta bendanya itu. e) kedudukan sebagai pelaksana surat wasiat; Yang dimaksud adalah seseorang yang ditunjuk oleh pewaris di dalam surat wasiatnya untuk melaksanakan apa yang di kehendaki oleh pewaris terhadap harta kekayaannya. f) kedudukan sebagai pengurus lembaga sosial atau yayasan; 5. Penggelapan dalam keluarga Tindak pidana penggelapan dalam keluarga disebut juga delik aduan relatif dimana adanya aduan merupakan syarat untuk melakukan penuntutan terhadap orang yang oleh pengadu disebutkan namanya di dalam pengaduan. Dasar hukum delik ini diatur dalam pasal 376 yang merupakan rumusan dari tindak pidana pencurian dalam kelurga sebagaimana telah diatur dalam pembahasan tentang pidana pencurian, yang pada dasarnya pada ayat pertama bahwa keadaan tidak bercerai meja dan tempat tidur dan keadaan tidak bercerai harta kekayaan merupakan dasar peniadaan penuntutan terhadap suami atau istri yang bertindak sebagai pelaku atau yang membantu melakukan tindak pidana penggelapan terhadap harta kekayaan istri dan suami mereka.[28] Pada ayat yang kedua, hal yang menjadikan penggelapan sebagai delik aduan adalah keadaan di mana suami dan istri telah pisah atau telah bercerai harta kekayaan. Alasannya, sama halnya dengan pencurian dalam keluarga yang dilakukan oleh suami atau istri terhadap harta kekayaan suami mereka, yaitu bahwa kemungkinan harta tersebut adalah harta bersama[29] yang didapat ketika hidup bersama atau yang lebih dikenal dengan harta gono-gini yang mengakibatkan sulitnya membedakan apakah itu harta suami atau harta istri. Oleh karena itu, perceraian harta kekayaan adalah yang menjadikan tindak pidana penggelapan dalam keluarga sebagai delik aduan. DAFTAR PUSTAKA Lamintang dan Djiaman Samosir. 1979. Delik-delik Khusus Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik Dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik. Bandung: Tarsito Lamintang. 1989. Delik-Delik Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Bandung: Sinar Baru R. Soesilo. 1984. Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus. Bandung: PT. Karya Nusantara R. Soesilo. 1991. KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia S. Basar. 1984. Tindak Tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Bandung: Remaja Karya Soeharto. 1993. hukum Pidana Materil: unsur-unsur objektif sebagai dasar dakwaan. Jakarta: Sinar Grafik Team red. “ WIPRESS”. 2006. KUHP dan KUHAP.WIPRESS Team red. “Kesindo Utama”. 2007. KUHP & KUHAP. Surabaya: Kesindo Utama Tresna. 1994. Azas-azas Hukum Pidana. Bandung: UNPAD Utrecht. 1987. Hukum Pidana II. Surabaya: Pustaka Tinta Mas Wirjono Prodjodikoro. 1986. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: PT. ERISCO www.raharja.ac.id/risetpublikasi/edisi6/azizdedysurohmat.html. Sabtu, 24/03/2008 [1] Wirjono Prodjodikoro. 1986. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: PT. ERISCO. Hal. 14 [2] Lamintang. 1989. Delik-Delik Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Bandung: Sinar Baru. Hal. 8. R. Soesilo. 1984. Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus. Bansdung: PT. Karya Nusantara. Hal. 120. [3] Lamintang. Op.Cit. Hal. 9 [4] Tresna. 1994. Azas-azas Hukum Pidana. Bandung: UNPAD. Hal. 247 [5] Wirjono. Op.Cit. Hal. 15 [6] Ibid. Hal. 16 [7] Tresna. Op.Cit. Hal. 249-250 [8] Lamintang. Op.Cit. Hal. 22 [9] Wirjono. Op. Cit. Hal. 17 [10] Tresna. Op. Cit. Hal. 250 [11] Soeharto. 1993. hokum Pidana Materil:unsure-unsur objektif sebagai dasar dakwaan. Jakarta: Sinar Grafik. Hal. 43 [12] http://www.raharja.ac.id/risetpublikasi/edisi6/azizdedysurohmat.html. Sabtu, 24/03/2008 [13] Ibid. [14] Lamintang. Op. Cit. Hal. 50 [15] Ibid hal. 51. [16] Ibid.Hal. 52-53 [17] S. Basar. 1984. Tindak Tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Bandung: Remaja Karya. Hal. 56 [18] Utrecht. 1987. Hukum Pidana II. Surabaya: Pustaka Tinta Mas. Hal. 260 [19] Wirjono. Op. Cit. Hal. 27 [20] Lamintang dan Djisman Samosir. Delik-delik Khusus Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik Dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik. Hal. 174 [21] Lamintang. Op. Cit. Hal. 104. R. Soesilo. 1984. Op. Cit. Hal. 132. [22] R. Soesilo. KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Hal. 258 [23] Lamintang dan Djisman Samosir. Delik-delik Khusus Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik Dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik. Hal. 177-178 [24] Dalam KUHP & KUHAP yang diterbitkan oleh “Kesindo Utama” dan juga KUHP & KUHAP terbitan Wipress, disebut Rp. 25 dan Penggelapan ini diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 250 [25] R. Soesilo. Pokok-Pokok Huum Pidana Peraturan Umum Dan Dlik-Delik Khusus. Hal. 132 [26] Wirjono Prodjodikoro. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia Cet.3. [27] Lamintang dan Djisman Samosir. Delik-delik Khusus Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik Dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik. Hal. 216 [28] Lamintang. Op.Cit. Hal 138 [29] Lamintang dan Djiaman Samosir. Op.Cit hal 160


‎ ‎ Read More......

Minggu, 28 Desember 2008

NDP HMI





NDP adalah adalah Nilai-nilai Dasar Perjuangan Himpunan
Mahasiswa Indonesia. NDP ini termuat delapan bab, yaitu: Landasan Kerangka
Berfikir; Dasar-dasar Kepercayaan; Hakikat Penciptaan dan Ekskatologi; Manusia
dan Nilai-nilai Kemanusiaan; Individu dan Masyarakat; Keadilan Sosial dan
Ekonomi; dan Sains Islam.

BAB I

Landasan Kerangka Berfikir

Pada bab ini menjelaskan bagaimana tabiat manusia, berserta kecenderungannya. setiap manusia memiliki Gagasan-gagasan. Gagasan ini sering disebut pengetahuan/tasawwur atau konsepsi, tetapi masih bersifat sementara. Gagasan yang terseleksi inilah yang menjadi embrio dari keyakinan/kepercayaan seseorang. dikarenakan pengetahuan/konsepsi ini bersifat sementara, bisa benar dan salah maka diperlukanlah suatu penilaian terhadap konsepsi-konsepsi tersebut, supaya menyapai pengetahuan taasdiqi=pengetahuan yang benar-benar diyakini.
· Kemudian Apa landasan pokok penilaian kita supaya mendapatkan kebenaran yang sifatnya mutlak dan pasti?
Mazhab filosofis berbeda pendapat,
1. Metafisika islam, dengan dokrin aqliyahnya
2. Emperisme, dengan dokrin emperikalnya
3. Skriptualisme, dengan dokrin tekstualnya
· metafisika islam menjadikan prima principia, kausalitas serta metode deduktif sebagai kerangka berfikirnya.
· Emperisme, menjadikan pengalaman inderawi atau eksperimen sebagai landasan dalam menilai segala sesuatu dimana induktif sebagai kerangka berfikirnya.
· Skriptualisme, menjadikan teks kitab suci sebagai landasan dalam menilai segala sesuatu serta tekstul dalam kerangka berfikirnya.
Dalam metafisika islam, teks kitab suci dan pengalaman inderawi menjadi premis mayor dalam sistematika deduktif.

BAB II
Dasar-Dasar Kepercayaan


Manusia makhluk percaya yang rasional secara intuitif, sehingga punya potensi untuk mengetahui dan menyakini pengetahuan yang baru dengan befikir. Berfikir sendiri adalah aktivitas seseorang dalam upaya menyelesaikan masalah dengan modal prinsip pengetahuan sebelumnya.

Manusia harus memiliki kepercayaan yang benar dan mutlak (al-haqq), kepercayaan harus ditelaah secara objektif dengan segala potensi yang ada. karena kepercayaan akan melahirkan tata nilai. Hal ini juga yang menunjukan perbedaan manusia yang dikaruniai akal dengan hewan yang tidak mempunyai akal.

Metafiska islam menyatakan:

Kemutlakan WUJUD (ADA)-Nya

Wujud adalah sesuatu yang jelas keberadaannya dan tunggal
Selain keberadaan adalah ketiadaan
So,,
Apabila ada sesuatu selain ADA maka itu adalah ketiadaan
Ketiadaan itu sesuatu yang mustahil karena ketiadaan tidak memiliki keberadaan

Makanya kebenaran dan kesempurnaan mutlak (zat yang maha sempurna) itu ada.

Manusia terbatas untuk sampai mengetahui kemahasempurnaan ADA, membutuhkan sesuatu sistem nilai yang sempurna. Dan sistem nilai yang sempurna tidak lain harus berasal dari yang maha sempurna. Sistem nilai ini pun harus dijelaskan dengan argumentatif, rasional, terbuka dan tidak dokriner.

Pada ranah realitas, setiap agama mengklaim maha sempurna tersebut dengan istilah, konsep dan simbol yang berbeda-beda.
Apakah semua agama benar?
Apakah semua agama salah?
Apakah hanya ada satu agama yang benar?

Agama yang berbeda mustahil memiliki sosok mahasempurna yang sama, walau memiliki kesamaan etimologis. Sebab bila sama, maka agama-agama itu identik. Namun, kenyataan sosiologis masing-masing agama berbeda.

Agama semua salah, ini mustahil karena bertentangan dengan ketergantungan manusia terhadap kemahasempurnaan

Jadi, hanya satu agama yang benar, yang seseorang pilih dan ikuti yang telah terbukti secara argumentatif.

Dalil pembuktiannya dengan pertanyaan:

Bagaimanakah sosok tuhan diantara agama-agama tersebut?
Secara prinsipil tuhan pasti bertolak belakang dengan manusia. Jika manusia terbatas, materi, terindera, bergantung dll, maka tuhan tidak terbatas, imateril, tidak terindera dll. Jika seseorang mengatakan tuhan mahasempurna, maka sesungguhnya tuhan lebih maha sempurna dari apa yang terdapat pada konsepsi orang tersebut.

Jawaban inilah yang menunjukan agama mana yang benar!!! Yaitu dengan mengetahui ciri-ciri umum dari sosok tuhan yang diyakini masing-masing agama, jika jawabannya ada yang mengarah pada persamaan tuhan dan manusia maka agama itu salah, atau ada yang menunjukan tuhan itu terbatas dan bergantung maka agama itu salah.


Segala sesuatu yang terbatas pasti bukan tuhan
Mengapa demikian?!

Karena manusia adalah manisfestasi tuhan (inna illahi) yang kemudian akan kembali kepadanya (wa inna illahi rajiun) sebagai realisasi kerinduan manusia akan keabadian kesempurnaan, kebahagiaan mutlak.

Keinginan untuk merefleksikan terimakasih dan beribadah, maka allah mengutus rasul sebagai pembimbingnya supaya dilakukan dengan benar. Rasul adalah cerminan tuhan di dunia, mengingkarinya berarti mengingkari tuhan. Sehingga harus patuh juga pada rasul.

Dari konsep fitrah dan rasio tentang realitas mutlak diatas ternyata sesuai dengan konsep teoritis tentang tuhan dalam ajaran muhammad yang mengaku rasul tuhan yang disembah selama ini. Muhammad mengajarkan kalimat persaksian/syahadat.

Proses pencarian kebenaran dapat ditempuh dengan berbagai jalan, baik filosofis, intuitif, ilmiah, historis, dll dengan memperhatikan ayat-ayat tuhan yang terdapat di dalam kitab suci maupun di alam ini.

Kemudian setelah itu selesai,,bagaimana konsekuensinya?!!
Pencarian ketuhanan dan kerasulan adalah fitrah manusia menggapai kebahagian, keabadian dan kesempurnaan. Untuk mewujudkan ini maka lahirlah konsep keberadaan hari kiamat sebagai konsekuensi keadilan tuhan. Kehidupan akhirat merupakan refleksi perbuatan yang berlamdaskan iman, ilmu dan amal selama di dunia. Dengan kata lain, ganjaran akhirat adalah kondisi objektif dari relasi manusia terhadap tuhan dan alam.


BAB II
Hakikat Penciptaan dan Ekskatologi


Hakikat penciptaan= tujuan penciptaan
Siapa yang mempunyai tujuan penciptaan?
Tuhankah?!
Manusiakah?!
Kemanakah tujuan tersebut?!
Hasil konsekuensi metafisika islam akan diketahui bahwa tujuan dari segal ciptaan adalah bergerak menuju sesuatu yang sempurna.
Kesempurnaan yang tinggi adalah tuhan maka Dia lah yang menjadi tujuan dari seluruh gerak ciptaan.

Karena kita pegang terhadap cara berfikir metafisika islam,,yang mana prima prinsipia yang dipegang kemudian disertai kausalitas dan berfikir deduktif,,
Akan di temukan prima prinsipia,,bahwa keimanan kepada hari akhir atau ekskatologi merupakan prima prinsipia..inilah prinsip kedua setelah tauhid, bagi muslimin,,siapa yang tidak mengimani hari akhir ini,,dia bukan muslim.
Keberadaan hari akhir ini harus kita jelaskan secara filosfis sehingga tidak ada seorang pun yang meragukakan keberadaan hari akhir ini, terutam trhadap orang yang tidak mempercayai hari akhir.Hari akhir merupakan bukti keadilan tuhan, tampat dimana balasan dari segala apa yg dilakukan di dunia.


BAB IV
Manusia dan Nilai-nilai Kemanusiaan


Siapakah Manusia?
Darimana Tolak ukur manusia mulia atau hina?

•Aspek Basyariah (Fisiologis)
•Aspek Annas (Sosiologis)
•Aspek Insan Psikologis, bersifat s[ritual dan intelektual
Yang menjadi tolak ukur mulia atau hinanya manusia bisa dilihat dari aspek insan (psikologisnya, yang memuat intelektual dan spiritual)

Dalam konsepsi islam,,manusia dipandang sebagai insamukamil, manusia ideal.
Tuhan merupakan sumber kesemprunaan dan kemulian. Manusia dianggap sebagai manifestasi tuhan termulia dibumi dan wakil tuhan dibumi (Khilafah).
Kemuliaan manusia diukur dari dimensi apanya?
Kemerdekaan Manusia (Ikhtiar) dan Keniscayaan Universal (Takdir)
•Keniscayaan Universal/Takdir merupakan syarat munculnya ikhtiar. Tanpa Takdir tidak mungkin perlu ikhtiar.
•Bedakan antara Takdir/Sunnatullah dengan Nilai
•Untuk dapat bertahan nilai harus selaras dengan sunnatullah.
Sunnatullah: Nilai:
Hukum Alam Kesepakatan
Universal Lokal
Objektif Subjektif
Eksternal Internal
Tidak berubah Berubah
Terbukti dgn sendirinya Pembuktian berbeda2

Al Fath (48:23) Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu.


BAB V

Individu dan Masyarakat


•Manusia adalah makhluk berjiwa individual dan berjiwa bermasyarakat/sosial secara sekaligus.
•Kedua aspek ini mesti dipahami dan di letakkan pada porsinya masing-masing secara terkait. Sebab yang pertama melahirkan perbedaan dan yang kedua melahirkan kesatuan.
•Karena itu mencabut salah satunya dari manusia itu berarti membunuh kemanusiaannya.

BAB VI
Keadilan Sosial dan Ekonomi


•Bagi Islam satu - satunya jalan yang dapat mengatasi masalah ketidak adilan adalah dengan memberikan jaminan pendapatan tetap, dengan kemungkinan mendapatkan lebih banyak
•Serta mengubah konsepsi manusia tentang manusia dan pandangan hidupnya dari semata-mata bersifat materialistik ke kesadaran teologis dan ekskatologis, tanpa memasung atau bahkan mematikan naluri alamiahnya.


BAB VII

Sains Islam


•Islamisasi sains terhadap sains-sains modern (sains positivisme) merupakan bentuk keseriusan dalam menjawab efek negatif sains modern yang materialistik, anti metafisika.
•Sekaligus sebagai wujud dari naturalisasi sains didunia Islam, sehingga pengaruhnya yang negatif terhadap gagasan metafisis (Teologi dan Ekskatologi) dan nilai-nilai agama Islam lainnya dapat dihindari.
•Hasil dari upaya islamisasi sains inilah yang kita sebut sains islam.
Read More......

Pengunjung Ana