SALAM PERSAHABATAN

hidup tanpa persahabatan bagaikan perkasanya singa yang
tinggal sendirian dibelantara hutan. sekeras apapun prinsip dan hati manusia
mesti membutuhkan sahabat


Sabda Nabi Saw:

Hati manusia adalah kandungan rahasia dan sebagian lebih mampu merahasiakan dari yang lain. bila kamu memohon sesuatu kepada allah maka mohonlah dengan penuh bahwa doamu akan terkabulkan. allah tidak mengabulkan doa orang yang hatinya lalai dengan lengah. (HR. Ahmad)

Selasa, 09 Juni 2009

Isu gender dalam studi islam

“Isu gender dalam studi islam:
suatu problema atau suatu solusi alternative”
By. Abdul latif
Dalam suatu seminar regional yang diadakan InPas (Institut Perkembangan dan Peradaban Islam), Henry Sholahuddin sebagai pembicaranya, mengutarakan bahwa Ada beberapa suatu tantangan kontemporer bagi pemikiran islam saat ini, yaitu liberalism, secularsm, pluralism, feminism (gender). Empat hal ini lah yang akan memunculkan relativisme kebenaran. Menurut scott peck dalam The Road Less Travelled yang dikutip Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, dikatakan: ‘Sekali kata ‘religion’ disebutkan di Dunia Barat, ini akan membuat orang berpikir tentang: ….inkuisisi, tahyul, lemah semangat, paham dogmatis, munafik, benar sendiri, kekakuan, kekasaran, pembakaran buku, pembakaran dukun, larangan-larangan, ketakutan, taat aturan agama, pengakuan dosa, gila. Apakah semua ini yang Tuhan lakukan untuk manusia atau apa yang manusia lakukan terhadap tuhan. Ini merupakan bukti kuat bahwa percaya pada Tuhan sering menjadi dogma yang menghancurkan.’ .
Perkembagan isu Gender berangkat dari feminism yang digencarkan dunia barat karena ketidakadilan antara kaum laki-laki dan perempuan, baik dalam teks-teks yang tertulis dalam kitab (injil) atau pada kenyataannya perempuan selalu dianggap subordinasi setelah laki-laki. Mengkaji gender tidak mungkin lepas dari sejarah barat dengan kitab sucinya al-kitab yang begitu bermasalah.
Dalam buku yang berjudul “ideologi jender dalam kitab suci: suatu pengantar”, karya Hendrik Njiolah, Pr. Mengutarakan bahwasannya feminism dan kesetaraan gender berawal dari suatu ketidakadilan dan penindasan, kemudian hal itu menjadi suatu kontruksi social dalam masyarakat dan mengakibatkan ideology gender untuk melawan budaya partiliniar yang mempunyai landasan dalam ajaran agama, bahkan menjadi masalah teologis.

Apa itu gender?
Secara etimologi, gender dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia berarti jenis kelamin. Dalam webster’s New World Dictionary, gender is the apparent sisparity between man and women in values and behavior (perbedaan yang Nampak dari laki-laki dan perempuan dari segi nilai dan tingkah laku).
Secara terminology, bermacam-macam orang mendefiniskannya, tergantung dari sudut pandang dan latar belakang orang tersebut. Misalnya Hilary M. Lips dalam bukunya “sex & gender: an introduction”, mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultutal expectations for women and men). Di Indonesia istilah gender sudah lazim digunakann, khususnya dikantor menteri Negara urusan peranan perempuan dengan ejaan “jender”. Jender diartikannya sebagai “interpretasi mental dan cultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Jender biasanya ditunjukan untuk pembagian kerja yang dianggap tepat untuk laki-laki dan perempuan”,
Nasrudin Umar, setelah menganalisis definisi-definisi yang dikeluarkan orang barat dan orang feminism, menyimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dn perempuan dilihat dari segi social-budaya. Jender dalam arti ini mendefinisikan laki-laki dan perempuan dari sudut non-biologis.
Orang feminism (aktifis gender) mengangkat tema gender ini dengan terlebih dahulu membedakan antara sex dan gender. Secara umum gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan dari segi social-budaya. Jadi lebih menekankan pada masalah social, budaya, psikologis dan aspek-aspek non biologis lainnya. Sementara, sex digunakan untuk mengidentifikasi perbedaaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi, seperti perbedaan komposisi kimia dan hormone dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya. Penggunaan gender ini terhitung saat proses pertumbuhan anak menjadi lebih dewasa. Sedangkan sex, digunakan untuk persoalan reproduksi dan aktivitas seksual.
Pembedaan gender disebarkan karena ada suatu anggapan bahwa perbedaan gender sebagai akibat dari perbedaan sex. Pembagian peran dan kerja secara seksual dipandang sesuatu yang wajar. Mereka (feminis) berpendapat sebaliknaya bahwa perbedaan sex tidak mesti menyebabkan ketidakadilan gender. Oleh karena muncullah berbagai teori tentang gender untuk menghilangkan ketidakadilan gender ini, terutama bagi perempuan yang selalu diposisikan kedua setelah laki-laki.

Teori-teori gender
Dalam studi gender dikenal beberapa teori yang bisa menjelaskan latar belakang pembedaan dan persamaan peran gender laki-laki dan perempuan, antara lain:
1. Teori psikoanalisa/identifikasi
Teori ini dikenakan pertama kali oleh Sigmund Freud (1856-1939). Teori ini menyatakan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas. Feud menjelaskan bahwasanya kepribadian seseorang terbentuk tiga unsur, yaitu: Id, Ego, Superego.
Pertama, id, sebagai pembawaan sifat-sifat fisik-biologis seseorang sejak lahir, termasuk nafsu seksual dan insting yang cenderung selalu agresif. Id ini berkerja di luar rasional dan senan tiasa mencari kesenangan dan kepuasan biologis. Kedua, ego, bekerja dalam lingkup rasional dan berupaya menjinakan keinginan agresif dari id. Ego berupaya mengatur hubungan antara keinginan subjektif individu dan tuntutan objektif realitas social. Ketiga superego, berfungsi sebagai aspek moral dalam kepribadiaan, berusaha mewujudkan kesempurnaan hidup, lebih dari sekedar mencari kesenangan dan kepuasan.
Perkembangan kepribadian seseorang terpengaruh oleh satu diantara lima tahapan psikoseksual yang freud sebutkan, yang mana setiap tahapan memiliki kesenangan seksual sendiri, yaitu:
1. Oral stage/Kesenangan berada di mulut (menghisap susu)
2. Anal stage/Kesenangan berada di dubur (mengeluarkan kotoran)
3. Phallic stage/kesenangan pada saat mengidentifikasikan alat kelaminnya (erotis bagi anak laki-laki dan clitoris bagi anak perempuan)
4. Talency stage/tahap remaja (kecenderungan menekan erotis sehingga menjelang pubertas)
5. Genital stage/kesenangan terletak pada daerah kemaluan (saat kematangan seksualitas)
Menurut Freud, sejak tahap phallic, yaitu anak usia antara 3 dan 6 tahun, perkembangan kepribadian anak laki-laki dan permpuan mulai berbeda. Perbedaan ini melahirkan formasi social berdasarkan jender, yakni bersifat laki-laki dan perempuan. Dalam masa anak menenali perbedaan anaomi tubuhnya, terutama didaerah kemaluannya, karena pada masa ini seseorang anak laki-laki atau perempuan akan merasakan kenikmatan ketika mempermainkan alat kelaminnya
(bersambung)




Read More......

Senin, 08 Juni 2009

PRINSIP DAN TEORI HUKUM ISLAM

PRINSIP DAN TEORI HUKUM ISLAM
Judul Asli : Principles of Islamic Jurisprudence (The Islamic Texts Society)
Pengarang : Muhammad Hasyim Kamali
Penerjemah : Noorhadi, S. Ag
Penerbitan : cetakan I, Oktober 1996, Pustaka Pelajar, Jogyakarta
Peresensi/peresume : Abdul latif ( C51206004)

Buku tema ushul fikih ini berdasarkan dari kekurangan referensi tentang ushul fikih, yang kajiannya bersifat komprehensif, yang menggunakan bahasa inggris. Yang mana, pembahasan tentang ushul fikih dalam berbahasa Arab kekurangan refernsi berbahasa arab sehingga hanya sekedar pembahasan global saja. Pada dasarnya buku ini membahas seluk beluk tetang ushul fikih, yang merupakan metodelogi hukum islam. Buku ini bisa dibilang komprehensif, pembahasannya bukan hanya sekedar memamparkan sisi historis dari perkembangan ushul fikih itu sendiri, tapi mengungkapkan konsep dan prinsip hukum islam yang kemudian mencoba menerapkannya kepada permasalahan kontemporer. Selain itu, dibandikan pula dengan konsep-prinsip jurispudensi barat.
Muhammad Hashim Kamali, adalah seorang guru besar di Universitas Islam Antar Bangsa Malaysia dengan spesialisasi Hukum Islam dan ushul fikih. Beliau juga seorang pemikir hukum Islam yang memiliki wawasan interdisipliner pengetahuan dan mempunyai pengalaman yang luas dalam bidang hukum. Muhammad Hashim Kamali menyatakan bahwa penulis Arab cenderung menjelaskan perkembangan historis fiqh terpisah dari usul fiqh, karya-karya mereka dalam usul fiqh dicurahkan hampir semata-mata untuk materi yuridis usul fiqh, Muhammad Hashim Kamali menawarkan kontruksi pemikiran hukum, tetapi tawaran-tawaran beliau pada dasarnya tidak berbeda dengan ulama-ulama terdahulu, hanya dalam membangun kerangka metodologi ushul fikih pemikirannya telah memadu pendekatan salaf dan khalaf yang tersusun secara sistematis, jelas dan terklasifikasi dengan baik. Sedangkan pemikirannya dalam hal hukum Islam yang substantif tergolong modernis khususnya tentang bentuk transaksi modern.
Buku ini terdiri dari 9 Bab, bab pertama dan selajutnya adalah pembahasan tentang perincian dari bab sebelumnya. Bab pertama diawali dengan pengantar ushul fikih. Dalam bab ini Kamali memberikan suatu pengantar tentang ushul fikih dan perbedaannya dengan fikih dan ushul qannun pula. Ushul fikih menguraikan tentang indikasi-indikasi dan metode deduksi hukum-hukum fikih dari sumber-sumbernya. Ushul fikih merupakan ilmu tentang sumber dan metodelogi hukum, dalam pengertian bahwa al-qur’an dan sunnah merupakan sumber hukum dan sekaligus sasaran dari ushul fikih. Metodelogi ushul fikih itu bertautan dengan metode penalaran seperti analogi (qiyas), preferensi juristic (istihsan), anggapan berlakunya kontinuitas (istishab), dan kaidah-kaidah interpretasi dan deduksi. Pengetahuan tentang kaidah-kaidah interpretasi adalah penting untuk memahmi secara tepat suatu nash hukum. Jika nash al-qur’an dan sunnah tidak dipahami secara tepat, maka tidak ada hukum yang bisa dideduksi darinya, terutama apabila nash itu merupakan dallil tidak berdiri sendiri. Sasaran utama ushul fikih adalah mengatur ijtihad dan menuntun ahli hukum, dalam upaya mendeduksi hukum dari sumbernya.
Kamali memaparkan, ada dua pendekatan dari ushul fikih yang berkembang, yaitu, pendekatan teoritis dan pendekatan deduktif. Pendekatan teoritis, berhubungan dengan pengungkapan doktrin-doktrin teoritis dan prinsip-prinsip. Pendekatan ini ditempuh oleh mazhab syafi’I dan mutakalimin (ulama kalam dan mu’tazilah). Sedangkan pendekatan deduktif bersifat pragmatis, dalam pengertian teori diformulasikan untuk penerapan terhadap masalah-masalah yang relevan. Pendekatan ini lebih cenderung kepada pengembangan sintesis antara prinsip dan realitas, yang menempuh pendekatan ini adalah ulama hanafi. Perbedaan pendekatan ini lebih kepada orientasi ketimbang substansinya.
Kemudian Kamali menjelaskan tentang Al-adillah al-syar’iyyah, yakni hukum-hukum dan nilai-nilai yang mengatur perilaku mukalaf. Secara harfiyah dalil bermakna bukti, indikasi atau petunjuk. Sacara teknis, ia merupakan indikasi yang terdapat di dalam sumber-sumber untuk ketentuan syari’ah yang bersifat praktis atau hukum (di deduksi). Dalam terminology, al-adillah al-syar’iyyah menunjuk kepada empat dalil pokok, yaitu al-qur’an, sunnah, ijma’ dan qiyas. al-adillah al-syar’iyyah inilah yang akan menjadi sumber hukum islam. Dab bab selanjutnya itu membahas tentang sumber hukum islam ini, dengan bab-bab yang secara khusus.


Bab kedua tentang alqur’an. Sudah diakui semua bahwa keautetntikan al-qur’an telah teruji kebenarannya. Al-qur’an merupakan wahyu yang tampak (wahy zahir) yang didefinisikan sebagai pesan allah kepada nabi Muhammad, yang dibawa malaikat jibril dengan kata-kata yang sepenuhnya dari Allah SWT. Berbeda dengan hadis, termasuk wahyu internal (wahy batin), wahyu ini hanya sekedar inspirasi (ilham) tentang konsep-konsep dari allah. Ciri-ciri dari Karakteristik legislasi al-qur’an diantaranya suatu proses rasionalisasi (ta’lil). Meskipun, ada beberapa ayat al-qur’an yang sudah disebutkan kausa atau alasan, tetapi al-qur’an sangat ekpresif terhadap tujuan, alasan, manfaat, ganjaran dan keuntungan dari petunjuk-petunjuknya. Karena al-qur’an mengarahkan kesadaran individual untuk menyakini dan mempercayai kebenaran dan sumber pesannya. Pembahasan dari karakterisik ini diantaranya mengenai: Qat’I (yang definitif) dan zanni (yang sepekulatif); Al-ijmal wa’l-tafsil (yang garis besar dan yang yang terperinci); Al-ahkam al-khamsah (lima macam nilai perbuatan); Ta’til (proses rasionalisasi) dalam al-qur’an; I’jaz (kemukjizatan) al-qur’an; Asbab al-nuzul (sebab turunya ayat).
Bab ketiga tentang sunnah. Para ulama bersepakat bahwa sunnah merupakan sumber syari’ah dan ketentuan-ketentuannya mengenai halal dan haram berdiri sejajar dengan al-qur’an. Sunnah nabi adalah dalil bagi al-qur’an, memberi kesaksian terhadap otoritasnya dan menyeluruh umat islam untuk mengikutinya. Kata-kata nabi sebagaimana diungkapkan dalam al-qur’an sebagai wahyu allah. Klasifikasi dan derajat sunnah dilihat dari segi matannya, bisa terbagi dalam tida jenis, perkataan (qawli), perbuatan (fi’il) dan persetujuan yang tidak diucapkan (taqriri). Dari jenis sunnah ini bisa terbagi kepada sunnah yang berisi materi hukum (sunnah syar’iyah/legal) dan sunnah yang tidak berisi materi hukum (sunnah ghayr syar’iyah/non-legal). Kalsifikasi dan derajat sunnah ditinjau dari sanadnya, terbagi mutawati dan ahad. Dari sunnah ini ada yang terkatagorikan mutasil dan ghayr mutasil. Disebut mutasil karena bersambung kepada rasul sedangkan ghayr mutasil tidak bersambung kepada arasul, sunnah tersebut Cuma bersandar kepada sahabta tau tabi’in.
Hubungan sunnah dan al-qur’an dalam tiga kapasitas. Pertama, sunnah dapat berupa ketentuan yang hanya mengkonfirmasikan dan mengulangi pernyataan al-qur’an, di mana ketentuan tersebut bersumber dari al-qur’an, dan sunnah memperkuatnya. Kedua, sunnah dapat berupa penjelasan atau klasifikasi bagi al-qur’an: sunnah bisa menjelaskan nash al-qur’an yang mujmal, mutlaq atau menginterpretasikan hal-hal yang umum (‘amm). Ketiga sunnah berupa ketentuan yang tidak tersinggung oleh al-qur’an, jadi ketentuan tersebut bersumber dari sunnah (berdiri sendiri).
Pada bab keempat, menjelaskan kaidah-kaidah interpretasi deduksi hukum dari sumbernya. Untuk menginterpretasikan qur’an dan sunnah dalam upaya mendeduksi ketentuan-ketentuan hukum dari petunjuk yang diberikannya, bahasa qur’an dan sunnah harus dipahami secara benar. Diantaranya bisa dengan Ta’wil (interpretasi alegoris). Yaitu, keluar dari kata-kata atau ungkapan, kemudian menafsirkannya ke dalam sebuah makna tersembunyi yang sering kali didasarkan pada penalaran spekulatif dan ijtihad. Norma kata-kata adalah member dirinya makna yang jelas. Ta’wil berpaling dari norma ini dianggap tidak ada kecuali terdapat alasan untuk membenarkan penerpannya. Ta’wil dapat diterapkaan dalam berbagai kapasitas, seperti menafsirkan nash yang umum atau yang mutlak. Ta’wil itu relevan dan benar apabila dapat diterima tanpa argument yang dibuat-buat dan tidka masuk akal. Karena interpretasi yang benar adalaha interpretasi yang didukumg oleh nusus, analogi, atau prinsip-prinsip hukum. Biasanya interpretasi yang benar tidak bertentangan dengan bunyi eksplisit dari hukum dan akurasinya lahir dari isi nash itu sendiri. Akan tetapi tidak semua kata bisa di ta’wil, hanya kata yang terkatagorikan zahir dan nass, bukan yang muhkam dan mufassar. Dalam bab ini juga menjelaskan tentang kata-kata yang klasifikasinya kata tidak jelas seperti Khafi dan musykil, mujmal dan mutasyabih; klasifikasi ‘amm dank ha khass; klasifikasi mutlaq dan muqayyad; klasifikasi haqiqi dan majazi; dan musytarak.
Untuk bab kelima, tentang kaidah interpretasi al-adalalat (implikasi-implikasi tekstual). Kaidah ini berdasarkan suatu pemahaman setiap dari teks itu terdapat makna tersurat dan tersiratnya. Para ulama ushul membedakan makna ke dalam beberapa corak yang ditampung oleh suatu nash. Para fukuha hanafi membedakan makna ke dalam empat tingkatan, yaitu: makna eksplisit (makna langsung), yang tersirat, yang tersimpul, dan yang dikehendaki. Kemudian Kamali memaparkan ada corak kelima yang kontroversial tapi pada prinsipnya diterima juga, corak kelima tersebut adalah makna berlawanan.
Makna eksplisit (ibarah nash) yang didasarkan atas kata-kata dan ungkapan nash merupakan makna yang paling dominan dan otoritatif yang mendapat prioritas di atas tingkatan makna lainnya yang bisa ditemukan dalam nash. Di samping maknanya yang jelas, suatu nash kadang membawa makna yang ditunjukan oleh tanda-tanda dan isyarat yang terdapat di dalamnya. Makna sekunder ini disebut isyarah al-nash, yakni makna yang tersirat. Kemudian makna yang bersifat melengkapi yang didukung oleh muatan logis dan juridis dari nash itu, dikenal sebagai dalalah al-nash. Untuk makna yang dikehendaki, terjadi karena nash sendiri tidak mengatakan apa-apa, tetapi pembacaan tersebut untk memenuhi tujuan hakikinya.
Adapun untuk makna berlawanan (mafhum mukhalafah), para ulama ushul berbeda-beda menanggapi ini. Ulama hanafi berpendapat bahwa mufhum mukhalafah bukanlah metode interpretasi yang valid. Namun demikian, mafhum mukhalafah dipegangi sebagai dasar pembatasan tidak hanya oleh ulama syafi’I tetapi oleh ulama hanafi, merreka menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memastikan ketepatan penggunaan metode ini. Menurut ulama syafi’I, deduksi dengan menggunakan mafhum mukhalafah hanya bisa diterima jika memenuhi syarat berikut: tidak keluar dari lingkup dalalah mantuq; tidak keluar dari kedudukannya semula karena alasan-alasan seperti takut atau tidak tahu; tidak bertentangan dengan sesuatu yang dominan dalam masyarakat dan menjadi adat-istiadat; nash asal tidak diturunkan untuk menjawab persoalan atau peristiwa khusus; tidak menyimpang dari realitas atau ketentuan khusus nash; tidak membawa kesimpulan bertentangan dengan ketentuan nash kain. Selain berdasarkan persyaratan tersebut, ulama syafi’I dan maliki membagi mafhum mukhalafah ke dalam empat jenis. Tujuannya untuk menjamin akurasi penerapan mafhum mukhalafah. Empat jenis tersebut adalah mafhum al-sifah (implikasi sifat), mafhum al-syarat (implikasi syarat), mafhum al-qhayah (implikasi lingkup nash) dan mafhum al-‘adad (implikaasi jumlah tertentu)
Bab keenam tentang perintah dan larangan, bahwasanya terdapat berbagai bentuk ungkapan dalam al-qur’an. Perintah biasanya diungkapkan dengan gaya imperative, tetapi ada kesempatan digunakannya kalimat lampau sebagai pengganti. Selain itu, perintah qur’an juga terdapat dalam bentuk sanksi moral. Perintah atau larangan dalam al-qur’an juga diungkapkan dalam bentuk peringatan tentang konsekuensi dari suatu perbuatan. Dalam kalimat perintah setidaknya terdapat tiga makna, yaitu antara wajib, sunat atau mubah. Begitu pula kalimat larang, mempunyai variasi makna seperti perintah. Makna pokok dari larangan adalah keharaman (tahrim), tetapi larangan juga digunakan sekedar menyatakan ketercelaan (karahiyah) atau tuntutan (irsyad) atau kesopanan (ta’dib) atau permohonan (doa)
Bab ketujuh persoalan tentang naskh. Menurut Kamali, naskh bisa didefinisikan sebagai penghapusan atau penggantian suatu ketentuan syariat oleh ketentuan yang lain dengan syarat bahwa yang disebut terakhir muncul belakangan dan kedua ketentuan tersebut itu ditetapkan secara terpisah. Dalam pengertian ini, naskh berlaku hanya dalam ketentuan syariat. Naskh diterapkan hampir semata-mata kepada al-Qur'an dan sunnah saja, penerapannya kepada ijma' dan qiyas, pada umumnya ditolak. Dan bahkan, penerapan naskh kepada al-Qur'an dan sunnah terbatas pada kerangka waktu, hanya untuk sate periode, yaitu semasa Nabi masih hidup. Alasan tentang adanya naskh adalah karena berubahnya keadaan dalam kehidupan masyarakat dan kenyataan bahwa al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Para ulama sepakat tentang adanya naskh dalam sunnah. Namun demikian, mengenai terdapatnya naskh dalam al-Qur'an pada dasamya terdapat beberapa ketidaksepakatan, di samping sejumlah kejadian di mana naskh dikatakan terjadi.
Kamali menegaskan bahwa naskh pada umumnya merupakan fenomena penduduk Madinah yang tedadi sebagai akibat perubahan yang dihadapi masyarakat muslim setelah hijrah Nabi ke Madinah. Ketentuan-ketentuan yang diintrodusir pada tahap awal munculnya Islam diarahkan untuk merebut hati orang-orang Mekkah. Contohnya adalah jumlah salat dalam sehari yang semula dua kali tetapi kemudian ditambah menjadi lima. Demikian juga, mut'ah atau perkawinan temporer, yang semula dibolehkan tetapi kemudian dihapuskan setelah Nabi hijrah ke Madinah. Perubahan-perubahan ini dan beberapa perubahan serupa dimunculkan dalam nusus pada waktu masyarakat Muslim mendapatkan otoritas kekuasaan, di mana legislasi yang baru dianggap mendesak untuk mengatur kehidupan di lingkungan baru Madinah.33 Selanjutnya Kamali menjelaskan bahwa jenis naskh, yaitu eksplisit (sārih) dan secara implisit (dimni).
Bab kedelapan tentang ijma, Kamali mengemukakan pendapat jumhur ulama bahwa didefinisikan sebagai kesepakatan bulat mujtahid muslim dari suatu periode setelah wafatnya Nabi Muhammad tentang suatu masalah. Menurut definisi ini, rujukan kepada mujtahid mengesampingkan kesepakatan orang-orang awam dari lingkup ijma'. Demikian halnya, dengan merujuk kepada mujtahid suatu periode berarti periode di mana ada sejumlah mujtahid atau sejumlah mujtahid yang baru muncul setelah terjadinya peristiwa itu. Pada bagian kesimpulan, Kamali mengemukakan bahwa definisi klasik tentang ijma' dan ijtihad terkena dengan syarat-syarat yang sebenamya menjatuhkan keduanya ke dalam realisme utopia. Ketidak-realisan formulasi-formulasi ini terlukis di masa-masa, modem dalam pengahman bangsa-bangsa, muslim dan upaya-upaya mereka untuk memperbaharui bidang-bidang tertentu dari syariah melalui legislasi perundang-undangan. Dasar hukum bagi beberapa reformasi modem di bidang hukum perkawinan dan perceraian, misalnya, diupayakan melalui reinterpretasi ayat-ayat yang relevan. Beberapa, model pembaharuan ini tepat dikatakan sebagai contoh-contoh ijtihad di zaman modern .
Bab kesembilan tentang qiyas, Menurut Kamali, dari segi teknis, qiyas merupakan perluasan nilai syariah yang terdapat dalam kasus asal (asal) kepada kasus baru karena yang disebut terakhir mempunyai kausa ('illat) yang sama dengan yang disebut pertama. Kasus asal ditentukan oleh nas yang ada, dan qiyas berusaha memperluas ketentuan tekstual tersebut kepada kasus yang baru. Dengan adanya kesamaan kausa ('illat) antara kasus asal dan kasus baru, maka penerapan qiyas mendapat justifikasi. Selanjutnya beliau menjelaskan pemakaian analogi hanya dibenarkan apabila jalan keluar dari kasus baru tidak ditemukan dalam al-Qur'an, sunnah atau ijma' yang tergolong qat'î. Akan menjadi sia-sia untuk menggunakan qiyas apabila kasus yang baru dapat terjawab oleh ketentuan yang telah ada. Hanya dalam soal-soal yang belum terjawab oleh nusus dan ijma' sajalah hukum dapat dideduksi dari salah satu sumber ini melalui penerapan qiyas. Mengenai kehujahan qiyas, Kamali mengatakan sekalipun tidak terdapat otoritas yang jelas bagi qiyas di dalam al-Qur'an, tetapi ulama-ulama dari empat mazhab sunni dan Syi'ah Zaidi telah mengesahkan qiyas dengan mengutip berbagai ayat al-Qur'an untuk mendukung pendapat mereka. Di antara ayat al-Qur'an yang menjadi rujukan mereka adalah surah al-Nisa: 150 "Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu beriman kepada Allah.
Sebagai penutup, bahwasannya Muhammad Hashim Kamali dalam karyanya ini, membagi kaidah-kaidah interpretasi menjadi dua bagian, yaitu deduksi hukum dari sumber-sumbemya dan al-Dalālat (implikasi-implikasi tekstual) yang masing-masing terbagi lagi kedalam sub-sub bagian yang rinci dan jelas dilengkapi dengan contoh-contohnya. Pemikirannya dalam hal hukum Islam yang substantif tergolong modernis khususnya tentang berbagai bentuk transaksi modern. Hal ini bisa dimaklumi karena latarbelakang pendidikan di Barat seperti di Inggris dan Kanada dan berbagai pengalamannya dalam menjawab berbagai persoalan hukum yang ada.Wallahualam bi shawab


Read More......

Jumat, 30 Januari 2009

gerhana

Kapan lagi dan Harus bagaimanakah kita (muslim) dengan Gerhana Matahari?
Oleh: Abdul Latif

Pada tanggal 26 januari 2009, tepatnya hari senin, mulai pukul 13:02-16:54 WIB terjadi gerhana matahari cincin atau annulus. Gerhana ini bisa dilihat di daerah Indonesia kecuali daerah maluku dan papua. Fenomena alam langka ini, bukan hanya disambut oleh masyarakat indonesia tetapi juga warga negara asing pun berdatangan ke indonesia hanya sekedar untuk menyaksikan gerhana ini. Kontak awal Gerhana ini pukul 13:02:30.6 WIB, Pertengahan Gerhana pukul 14:58:30.3 WIB dan Akhir Gerhana 16:54:35.1.

Kapan terjadi gerhana matahari lagi?

Berdasarkan kalendar Almanak Islam Persis 1430 H, Insa Allah Gerhana akan terjadi lagi pada tahun ini, hari Rabu, tanggal 22 Juli 2009. Dan gerhana kali ini Gerhana Matahari Total. Awal gerhana 07:51:08.0, pertengahan gerhana 09:35:12.4 dan akhir gerhana 11:19:17.9, gerhana bisa dilihat di indonesia kecuali Sumsel, P.jaw, Kal Sel, Sul Sel, Sul Tra, Bali, NTB dan NTT.
Warga indonesia berbeda-beda menanggapi gerhana matahari ini, ada yang sengaja ingin melihat gerhana, seperti, mendatangi teropong bintang Boska di Bandung, Taman Langit di jakarta, atau di tempat strategis yang bisa dilihatnya dengan peralatan sendiri. Di samping itu, ada pula yang menanggapinya dengan melakukan shalat gerhana bagi kaum muslimin, ada pula orang yang biasa-biasa saja karena ketidaktauan atau tidak ada ketertarikan.

Bagaimanakah kaum muslimin menanggapi gerhana?!

Dalam sebuah riwayat hadits, dari Mughiarah bin Syu’bah. Ia berkata: telah terjadi gerhana matahari di masa Rasullah Saw. Pada hari kematian ibrahim, orang-orang berkata: telah gerhana matahari lantaran kematian ibrahim. Maka Rasul bersabda:
“bahwasannya matahari dan bulan adalah dua tanda daripada tanda-tanda (kekuasaan) Allah; dua-dua itu tidak gerhana karena kematian seseorang dan tidak karena hidupnya, maka apabila kamu melihat gerhana berdoalah kepada Allah dan bershalat sehingga berakhir ” (HR. Bukhari dan Muslim)


Berdasarkan hadits di atas, kita kaum muslimin disunnahkan untuk shalat dan berdoa kepada Allah, bukan ramai-ramai menyaksikan bagaimana perjalanan gerhana matahari tersebut. Kalau kita kita amati mungkin amat sedikit jumlah kaum muslimin yang suka melakukan shala sunnah ini, shalat yang jelas keshahihannya ini. Mungkin kita perlu membiasakan kembali amalan sunnah ini, dibanding melakkukan ibadah yang belum jelas landasan hukum dari al-qur’an atau al-hadits.
Baaimanakah shalat gerhana itu?
Tidak sedikit kaum muslimin yang mengetahui anjuran untuk shalat gerhana ini, akan tetapi banyak juga yang tidak mengetahui bagaimana pratek pelaksanaan shalat gerhana tersebut.
Sebuah riwayat dari Ibnu Abbas berkata: telah gerhana matahari di masa rasulullah saw. Lalu ia shalat, yaitu ia berdiri panjang kira-kira membaca surat al-baqarah, kemudian ia ruku ‘satu ruku’ yang panjang kemudian ia bangkit, lalu berdiri satu pendirian yang panjang – tetapi kurang dari berdiri pertama – kemudian ia ruku ‘satu ruku’ yang panjang tapi kurang dari ruku pertama – kemudian ia bangkit, kemudian ia sujud, kemudian ia berdiri satu penderian yang panjang – tetapi kurang dari pada berdirinya yang pertama – kemudian ia ruku ‘satu ruku’yang panjang – tetapi kurang dari ruku yang pertama – kemudian ia bangkit, lalu berdiri satu pendirian yang panjang – tapi kurang daripada yang pertama – kemudian ia ruku ‘satu ruku’ yang penjang, - tetapi kurang dari ruku yang pertama, kemudian ia angkat kepalanya, kemudian ia sujud, kemudian ia beri salam, sedang matahari pun jadi terang lalu ia berkhutbah di hadapan orang ramai. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits tersebut, shalat gerhana itu berjumlah 4 kali ruku (setiap rakaat 2 kali sujud). Dengan kata lain, shlat gerhana sebagaimana shalat empar rakaat, tetapi pada rakaat pertama dan ketiga tidak ada sujud, melainkan langsung bangkit ke rakaat selanjutnya. Dari hadits ini pula, dianjurkan dilaksanakan berjamaah di mesjid karena ada khutbah sampai terang.
Ada Hadits lain yang menjelaskan ini, Nabi Saw bersabda, “sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kekuasaan allah. Keduanya tidak akan terjadi gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihat kejadian itu, segeralah ke mesjid ”. (musnad ahmad bin hambal 5:428).
Dari aisyah ra. Berkata : telah terjadi gerhana matahari pada masa hidup rasulullah saw lalu beliau pergi ke mesjid, kemudian berdiri dan takbir. Dan orang-orang bershaf dibelakang beliau. (Shahih Muslim 2:619)
Mungkin dengan hal inilah kaum muslimin menanggapin bagaimana ketika terjadi gerhana, baik gerhana matahari atau pun gerhana bulan. Wallahu’alam.


Read More......

Kamis, 08 Januari 2009

Pemikiran Islam


Islam pluralisme agama dan konflik etnik-religus di Indonesia
By. Abdul Latif
[1]


Bhineka tunggalika ‘berbeda-beda tetap satu jua’, itulah semboyan yang dijunjung tinggi sejak dulu oleh bangsa kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perbedaan suku, ras, bahasa dan warna kulit atau dikatakan pluralisnya masyarakat kita adalah hal yang tak bisa dibantahkan keberadaannya, termasuk perbedaan agama dasn kepercayaan. Jika kita menoleh sejarah, ternyata perbedaan tersebut membuahkan hasil, suatu kemerdekaan bagi tanah air kita. Karena perbedaan dalam masyarakat dijadikan modal untuk mempersatukan kekuatan, bahu-membahu melawan pejajah, demi tegaknya kemerdekaan.Berjalannya pembangunan di negri kita saat ini, kita melihat bahwa relasi pluralitas di atas menjadi sebuah relasi yang didalamnya kita temukan adanya tekad untuk memperjuangkan eksistensinya (baik suku, agama, dan ras tertentu), demi mendapatkan pengakuan, perlakuaan yang sama, penghargaan yang setara dan rasa keadilan. Bahkan relasi pluralis merambah sampai pada problem kelompok minoritas berhadapan dengan kelompok mayoritas.Kerusuhan yang hampir tiada hentinya di Indonesia, terutama di Ambon, membuat peran tokoh agama dan nilai-nilai agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang pluralist-religious banyak dipertanyakan orang. Sebagai masyarakat religius yang mencantumkan kepercayaan kepada Tuhan sebagai landasan utama hidup bermasyarakat, semestinya kerusuhan yang berbau SARA tidak terjadi di Indonesia. Bukankah falsafah moral setiap agama mengajarkan manusia untuk saling hormat menghormati dan toleran. Ketika ternyata isu kerusuhan berbau SARA terus berlanjut adalah wajar kalau nilai-nilai agama tentang toleransi dan pluralisme kembali diperdebatkan, yang sebelumnya pemerintah pun telah menggelar Trikerukunan sebagai arahan untuk mengatasi perbedaan pada masyarakat.Kemudian sekarang, islam sebagai agama mayoritas di negri ini, bagaimanakah menaggapi permasalahan di atas?!. Islam dengan pedomannya kitab suci al-Qur’an, secara tegas menyatakan bahwa Islam adalah sebuah ajaran universal, dalam artian bahwa Islam merupakan seruan kebenaran kepada semua umat manusia tanpa membedakan ras, agama, suku, bahasa, gender, ideologi, kelompok, profesi, keyakinan, kelas sosial dan sebagainya. Pernyatan ini tergambar dari QS. Al-Hujurat ayat 13:



Ayat lain yang masih berkenaan dengan pluralis dan toleransi adalah: .QS: 21: 92, “Sungguh komunitasmu adalah komunitas yang satu dan Aku adalah Tuhan-mu, maka mengabdilah kepada-Ku” yang menekankan prinsip persatuan dalam perbedaan (unity in diversity). Penerapan nilai-nilai toleransi dan pluralisme Al-Quran sudah dicontohkan oleh Rasul Muhammad ketika pertama kali hijrah ke Medinah. Sejarah mencatat bahwa Muhammad bukan hanya mampu mendamaikan dua suku Aus dan Khazraj yang senantiasa bertikai. Lebih jauh Al-Quran menghormati dan mengakui adanya ahlul kitab, sehingga apabila ada keraguan pada diri Muhammad tentang penunjukkan dirinya sebagai Nabi dan Al-Quran sebagai wahyu, Muhammad dipersilahkan untuk bertanya kepada para Ahli Kitab (QS 10:94 dan 29:46). Dalam hal toleransi dan kebebasan beragama dengan jelas Al-Quran menyebutkan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama (QS 2:256) dan dalam hal praktek keagamaan Al-Quran menyebutkan bahwa “untukmu agamamu dan untukku agamaku” (QS 109:6). Sebagian cendikiawan dan intelektual muslim, ada yang berfikir liberal seperti Nurholis Madji, Dawam Raharjo, Ulil Abshar, Budi Munawar Rahman, Lutfi Syaukani, Zuhrawi Misrawi, dsb mempunyai asumsi bahwa sejauh ini islam intoleran terhadap pluralitas, sehingga mereka melakukan ekspansi penyebaran paham pluralisme agama yang dioleskan dengan isu toleransi di Negara Indonesia ini. Salah satu wujud aksi mereka diantarnya, menerbitkan buku-buku, pelatihan-pelatihan (Training), seminar-seminar, bahkan mendirikan yayasan Paramadina yang di desain elit agar pemikiran-pemikirannya terlegalisir ilmiah dan mudah diterima dalam masyarakat. Dampak pemikiran para cendekiawan tersebut, bukannya jadi solusi dari problem, malah menambah masalah dari masalah, karena membuat keresahan pada sebagian ulama dan halayak kaum muslimin Indonesia terhadap pemikirannya yang dianggap secara umum penyimpang. Saat ini muncul buku terbitan baru yang berjudul “AL-QUR’AN KITAB TOLERAN: Pluralisme, Inklusivisme, dan Multikulturalisme”, yang ditulis oleh Zuhairi Misrawi. buku ini bisa dijadikan represntatif kelompok liberal, yang tanpa henti-hentinya terus menyebarkan liberalisme, sekularisme dan pluralisme. Setelah sekularisme gagal, maka beralih konsentrasi pada pluralisme agama, bukan pluralitas agama karena keduanya berbeda. Adnin Armas menjelaskan kalau Pluralitas agama adalah kondisi dimana berbagai macam agama wujud secara bersamaan dalam suatu masyarakat atau Negara. Hal ini sudah terjadi dari dulu, karena kita memang selalu berhadapan dengan kondisi realitas sosial yang majemuk. Islam memberikan solusi untuk ini pada ayat al-Qur’an, diantaranya ”lakum dinukum wal yadin”, yaitu dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing. Sedangkan pluralisme agama adalah paham yang menjadi tema penting dalam disipin sosiologi, teologi dan filsafat agama yang berkembang di Barat dan juga agenda penting globalisasi. Kalau diselusuri lebih jauh, paham ini akan membawa pada suatu pengertian bahwa semua agama adalah benar, begitu pula kebenaran pun menjadi relatif. Padahal dalam islam kebenaran adalah kebnaran yang secara tegas dari Allah melalui malaikatnya. Kelompok pluralisme agama menafsirkan toleransi yang terdapat dalam al-Qur’an dengan makna bahwa perbedaan yang ada itu semua adalah benar, termasuk agama apa pun itu. Bahkan menganggap ini adalah suatu sunnatullah. Pengertian lain dari toleransi mereka adalah Sebagaimana tanggapan Hamid Fahmy Zakarsyi terhadap buku Zuhrawi di atas, bahwa paradigma toleransi konsep zuhrawi, yaitu “toleransi dimaknai sebagai menerima dan menghargai pihak yang salah dan keberagaman. Salah dalam masalah apa, tidak pasti. Tapi disodori hadith ijtihad furu'iyyah, yang salah mendapat pahala satu, yang benar mendapat dua. Dalil fikih ini pun kemudian digunakan untuk memaknai inklusivisme teologis, yaitu menerima kebenaran kelompok atau agama lain (halaman 199). Suatu loncatan akrobatik dari fikih ke teologi yang mengejutkan.” Ketika Al-Quran mengakui adanya umat sebelum Muhammad dan kitab suci mereka. Berulangkali Al-Quran mengkonfirmasikan bahwa kebenaran yang ada pada kitab-kitab sebelum Muhammad adalah datang dari Tuhan yang sama, dan Al-Quran adalah wahyu Tuhan terakhir yang bersifat penyempurna wahyu-wahyu sebelumnya. “Katakanlah bahwa kami beriman kepada Tuhan dan kepada kitab yang diturunkan-Nya, kami juga beriman kepada kitab yang telah diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’kub dan kami juga beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada Musa, Isa dan nabi-nabi yang lain. Kami tidak membuat perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya dan hanya kepada Allah lah kami beribadah (QS 3:84). Para pluralisme agama, dengan statment ayat itu menyatakan bahwa sampai sekarang hal itu masih berlaku, dalam artian kitab orang yahudi dan nasrani juga benar. Jadi, Islam mesti toleran pada agama yang lainnya”mengaggap sama dengan al-quran”. Padahal sejarah telah membuktikan keautentikan kitab itu dipertanyakan. Beda halnya dengan al-qur’an sampai sekarang tetap terjaga keautentikannya. Kalaulah kitab orginal mereka masih ada dan merka mengimani kitab tersebut, pasti mereka akan masuk Islam, karena begitulah kitab sebelumnya (kitab mereka) telah mengisyaratkan akan kehadirannya al-qur’an yang akan di bawa nabi Muhammad dan menyuruh mengimaninya. Begitu pula, ketika ayat al-Qur’an tentang toleransi untuk menghormati dan mengakui adanya ahlul kitab, sehingga apabila ada keraguan pada diri Muhammad tentang penunjukkan dirinya sebagai Nabi dan Al-Quran sebagai wahyu, Muhammad dipersilahkan untuk bertanya kepada para Ahli Kitab (QS 10:94 dan 29:46). Dalam hal toleransi dan kebebasan beragama dengan jelas Al-Quran menyebutkan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama (QS 2:256) Alqur’an memang toleran. Akan tetapi terbatas, ada hal-hal juga yang intoleran, terutama mengeani akidah. Para pluralisme seakan-akan menyembunyikan realitas teks dan sejarah bahwa Islam berwajah keras, tegas, dan terkadang berbahasa peperangan seperti ditutup-tutupi. Surat Nabi mengajak raja-raja dan kaisar masuk Islam, dalam paradigma ini, bisa dihukumi intoleran. Kesimpulan, sikap para pluralisme agama, yang mengaku sebagai bagian islam, belum tepat melaukan suatu usaha unuk mentenangkan kericuhan yang ada, malahan menjadi maslah baru bagi islam dan bangsa. Toba saatnya kita refleksikan kembali nilai-nilai islam yang benar agar terwujud bahwa islam dilahirkan memang sebagai rahmatan lil alamin. Masa lalu, tetaplah berada pada waktu yang lalu. Masa lalu hanya bisa dijadikan suatu cermin untuk melakukan evaluasi dan intropeksi untuk orentasi kedepannya. Kita mesti tetap berusaha dan berjuang untuk menghadapi realitas yang sedang dihadapi. Bukannya malah terbuay dengan romantisme sejarah, yang mengakibatkan tidak adanya progresifitas kehidupan, dikarenakan terhentinya dinamika perubahan ke arah yang lebih maju. Wallahu ’alam bi sawab [1] Mahasantri Semester IV jur. Akhwal as-Syahsyiah fak. Syariah IAIN Sunan Ampel

Read More......

Rabu, 07 Januari 2009

Konsep Gadai islam

‎Implementasi konsep Rahn (gadai) ‎
Di pesantren mahasiswa (PESMA) IAIN Sunan Ampel Surabaya
Disusun oleh:‎
Abdul Latief
C51206004‎
Surabaya, Minggu 22 Juni 2008‎
Kronologis Kasus
Roni, mahasantri PESMA ‎IAIN pada hari Jum’at, 21 Desember ‎‎2007 menggadaikan HP Samsung ‎frend yang berharga Rp. 399 ribu ‎kepada Fakhrudin teman karibnya ‎sesama mahasantri PESMA IAIN. ‎Pegadaian dikarenakan Roni tidak ‎memiliki uang untuk keperluan ‎perkuliahannya. Barang tersebut (HP) ‎digadaikan dengan Rp. 300 ribu, ‎kurang sedikit dari harga barang ‎gadainya. Dalam akad atau perjanjian ‎gadai, pelunasan gadai dikasih ‎tenggang waktu 3 minggu, yaitu ‎sampai hari Jum’at, 11 Januari 2008. ‎
Ketika habis tempo pelunasan, ‎Roni belum juga melakukan ‎pembayaran terhadap barang yang ‎digadaikannya dikarenakan masih ‎dalam keadaan mudik ke kampung ‎halamannya. Sepulang dari mudik, ‎tepatnya hari selasa, 15 Januari 2008 ‎Roni mendatangi Fakhrudin dengan ‎maksud menebus barang yang ‎digadaikannya. Fakhrudin sebagai ‎pihak yang menerima gadaian, tidak ‎banyak berkomentar terkait ‎keterlambatan pembayaran gadaian ‎Roni. Akhirnya, HP Samsung frend ‎bisa kembali kepada pemiliknya, Roni. ‎Begitu pula, Fakhrudin mendapatkan ‎kembali uang yang dipinjamkannya ‎dalam bentuk gadai tersebut. ‎
Abdul Latif (22/06).‎


Pendahuluan
Gadai merupakan suatu solusi alternatif dari problematik dalam kehidupan ‎di masyarakat. Pada dasarnya gadai dilakukan untuk membantu dan ‎menolong orang lain, tetapi kadang-kala gadai juga dipergunakan untuk ‎memeras, mengekploitasi atau apapun yang dapat merugikan pihak lain. ‎Islam yang memiliki nilai universal, punya andil juga dalam membentuk ‎tatanan kehidupan sosial masyarakat - dalam hal ini mengatur tentang ‎gadai yang benar-benar demi kemaslahatan bersama. ‎


Istilah gadai dalam islam sering dikenal dengan rahn. Dalam tulisan ini akan ‎dipaparkan bagaimana konsepsi rahn dalam hukum Islam, yang bertolak ‎dari suatu kasus nyata (yang dipaparkan di atas) yang sering terjadi ‎dilingkungan santri, tepatnya Pesantren Mahasiswa IAIN Sunan Ampel. ‎Kasus ini diperoleh dengan langsung mewawancarai pihak yang ‎bersangkutan. Kemudian diakhiri dengan analisi atau uraian bagaimana ‎transaksi tersebut. Apakah sesuai dengan konsep hukum Islam yang ‎ditawarkan atau masih diluar koridor hukum Islam?!‎
Konsepsi Rahn (Gadai) Prespektif Fikih Muamalah
Gadai dalam fikih muamalah bisa terkatagorikan permasalahan utang-‎piutang dalam bentuk jaminan. Secara definitif gadai adalah kegiatan ‎transaksi keperdataan yang dilakukan oleh pihak kreditor (orang yang ‎berpiutang) dan debitor (orang yang berhutang), atau yang mewakili ‎masing-masing, di mana pihak debitor menyerahkan jaminan atau agunan ‎kepada kreditor atas piutangnya sesuai petunjuk syara’. Dalil yang menjadi ‎landasan hukum gadai diantaranya, QS. al-Maidah ayat 2 :‎
‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏
Ayat di atas memberikan dorongan saling membantu, menolong dan bau-‎membahu dalam mengatasi kesulitan hidup, demi menegakkan peran ‎kekhalifahan di dunia dan sebagai hamba allah dalam menegakan nilai-nilai ‎kemanusian. Sehingga prinsip gadai dalam hukum Islam hanya sebagai ‎jaminan utang yang dilandasi sukarela untuk menolong orang, tanpa mencari ‎keuntungan. Bila barang tersebut memerlukan biaya perawatan, maka ‎ditanggung debitor. Karena itu kreditor tidak boleh mengambil manfaat ‎darinya kecuali diberi izin oleh debitor dalam perjanjian. Kemudian jika ‎batas waktu sudah habis, sedangkan gadai belum ditebus maka barang ‎tersebut boleh dijual atau dilelang. Oleh karena itu, sebagai tangungjawab ‎moral dalam kehidupan bermasyarakat, kedua belah pihak harus saling ‎memegang amanat masing-masing, tanpa merugikan kepada pihak yang lain.‎
Apabila diuraikan, maka dalam gadai terdapat 4 rukun dan beberapa ‎persyaratan yang harus terpenuhi. Rukun gadai tersebut:‎
‎1.‎ Akad gadai (sighat ijab-qabul), akad ini harus jelas dan tidak ‎mengandung unsur untuk memberatkan atau merugikan salah satu ‎pihak.‎
‎2.‎ Dua pihak yang melakukan transaksi, yaitu pegadai (raahin) dan yang ‎menerima gadai (murtahin). Orang yang melakukan gadai-mengadai ‎ini harus berakal, balig, serta cakap bertiindak hukum.‎
‎3.‎ Barang yang dijadikan jaminan/ agunan (al-marhuun). Agunan harus ‎sah barang milik debitor; bisa bernilai harta-seimbang dengan ‎utang-; bisa dijual; jelas dan tertentu.‎
‎4.‎ Utang (al-marhuun bih), harus hak yang wajib dikembalikan kepada ‎kreidtor; bisa dilunasi dengan agunan tersebut; jelas dan tertentu.‎
Analisis Kasus
Berdasarkan kronologis kasus di atas dan dipertimbangkan dengan ‎konsepsi rahn, maka kasus tersebut bisa teruraikan sebagai berikut:‎
‎1.‎ Akad Gadai, bahwa Roni meminjam uang Rp. 300 ribu kepada ‎Fakhrudin dengan jaminan HP Samsung Fren. Jenjang waktu ‎tebusan/pembayaran gadai 3 minggu. Akad dilakukan di PESMA ‎IAIN hari Jum'at, 21 Desember 2007 dan jatuh tempo terakhir ‎hari Jum'at t, 11 Januari 2008.‎
‎2.‎ Roni sebagai raahin dan Fakhrudin sebagai murtahin. Keduanya ‎mempunyai akal yang sehat, balig dan cakap bertindak hukum. Bukti ‎sederhana dan konkritnya dengan pekerjaan keduanya sebagai ‎Mahasiswa.‎
‎3.‎ HP Samsung frend sebagai barang jaminan atau al-marhuun. Setelah ‎ditelusuri HP memang milik Roni, bisa dijual dan bernilai seimbang ‎dengan uang yang dipinjamkan.‎
‎4.‎ Uang Rp. 300 ribu sebagai utang atau al-marhuun bih yang ‎diberikan buat Roni dari Fakhrudin. Uang yang dipinjamkan pun ‎diperkirakan mampu dibayar Roni.‎
Ditinjau dari rukun dan syarat konsepsi rahn dalam hukum Islam, rahn ‎tersebut telah terpenuhi. Hanya waktu jatuh tempo, ternyata Roni tidak ‎memenuhi kewajibannya, menebus barang yang digadaikannya pada waktu ‎yang telah disepakati. Secara teoritis Fakhrudin dibenarkan atau boleh ‎saja menjual atau melelang HP Roni untuk mengembalikan uang yang ‎dipinjam Roni. Akan tetapi Fakhrudin tidak melakukan itu, dia lebih baik ‎menunggu sampai Roni mampu membayarnya (4 hari setelahnya). ‎
Pegadaian tersebut terkatagotrikan sah, baik secara hukum biasa atau ‎hukum Islam. Sikap Fakhrudin dengan menunggu kemampuan Roni telah ‎sesuai sebagaimana prinsip rahn dalam hukum Islam, ta'awanu ala birri wa ‎taqwa. Walaupun dalam gadai ini Roni mengabaikan etika rahn, yaitu tidak ‎tepat menempati janjinya.‎
Penutup
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik simpulan bahwa ‎implementasi konsepsi rahn dalam PESMA IAIN telah berjalan. Perlu ‎diingatkan kembali bahwa Rahn dalm hukum Islam harus didasari tolong ‎menolong, bukan untuk mencari keuntungan dalam kesempitan orang lain. ‎Dalam komitmen memegang akad gadai atau kesepakatan yang telah ‎disepakati, semua pihak yang terlibat dari pegadaian harus melihat ‎terlebih dahulu konteks mengapa terjadi penyelewengan sehingga pihak ‎lain bisa mengambil sikap yang lebih bijaksana dibanding sesuai ‎kesepakatan sebelumnya.‎

Peta Konsep Akad Gadai

‎ ‎ ‎ ‎







Read More......

Manajemen Organisasi

URGENSI MANAJEMEN ORGANISASI
Oleh:‎
Abdul Latif

Pemimpim dan kepemimpinan mahasiswa memainkan peranan penting dalam gerakan ‎pembaharuan Negara, di masa pembangunan, bahkan pada masa pemberontakan dan revolusi. ‎Kemajuan suatu bangsa ke depan ada di tangan kader muda, terutama mahasiswa yang ‎menyibukan diri dengan keintelektualan dalam pemikiran maupun keterampilan dalam ‎mengembangkan ilmu pengetahuan dan tektonologi. Oleh karena itu, pembinaan mahasiswa ‎dan kepemimpinannya perlu dibina, agar bisa diharapkan tercapaianya peningkatan prestasi ‎ilmiah, tumbuhnya tanggung jawab sosial dan partisipasi aktif mahasiswa dalam gerak ‎pembangunan. ‎
Dalam upaya itu, peran dosen berserta guru besarnya tidak cukup untuk mewujudkan ‎itu, maka dibutuhkan pula organisasi kemahasiswaan baik yang melingkupi hnaya mahasiswa ‎atau masyarakat secara umum. Organisasi ini sebagai peran pemgembangan jati diri ‎mahasiswa. Selain peran-peran yang disebut di atas, dibutuhkan pula suatu manajemen. ‎Manajemen asngat berarti sekali fungsinya untuk menjalankan semua program yang akan ‎dilaksanakan, supaya berjalan dengan efektif ‘mengerjakan sesuatu yang benar’ dan efesien ‎‎‘mengerjakan sesuatu dengan benar’.‎

A. Pengertian Manajemen Organisasi
Ilmu yang mempelajari proses kegiatan kerjasama manusia untuk mencapai tujuan ‎yang ditentukan adalah ilmu Administrasi. Kegiatan kerjasama itu sendiri merupakan gejala ‎yang sifatnya universal, sejak zaman manusia masih primitif sampai zaman modern ini‏.‏‎ Supaya ‎terjadi kerjasama untuk mencapai tujuan, diperlukan proses penggerakan. Proses penggerakan ‎dalam Administrasi disebut Manajemen. Dengan demikian Administrasi mencapai tujuan ‎melalui Manajemen. Kemudian, agar kegiatan kerjasama tersebut berhasil dengan baik dan ‎mencapai tujuan maka dibutuhkan sebuah wadah, kerangka, atau struktur. Wadah, kerangka, ‎atau struktur dimana kerjasama dilakukan disebut Organisasi‏.‏


Manajemen organisasi terdiri dari dua kata manajemen dan organisasi. Dalam ‎penulisan ini akan diawali dari pengertian organisasi terlebih dahulu. Secara etimologi ‎organisasi berasal dari organ, yang bermakna bagian atau alat tubuh. Kata ini diberi imbuhan ‎belakang “isasi’ suatu imbuhan yang mengandung arti suatu proses. Sehingga organisasi ‎dalam kamus ilmiah popular mempunyai makna, penyusunan dan pengaturan bagian-bagian ‎sehingga menjadi suatu kesatuan; susunan dan aturan dari berbagai bagian sehingga ‎merupakan kesatuan yang teratur; gabungan kerjasama untuk menyapai tujuan tertentu.‎
Mamduh M. Hanif dalam bukunya “Manajemen” mendefinisikan organisasi sebagai ‎sekelompok orang (dua atau lebih) yang berkerjasama dengan terkoordinasi, dengan cara ‎terstruktur, untuk mencapai tujuan tertentu.‎ ‎ Meskipun beliau tidak dengan jelas ‎mengambarkan definisi tersebut, tapi bisa dipahami dalam penggambarannya, apa yang ‎dimaksud terkoodinasi adalah suatu pembagian kerja antara anggota organisasi tersebut. ‎Sedangkan maksud dengan tujuan sesuatu yang ingin dicapai dari organisasi tersebut. ‎
Adapun maksud Struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen (unit-unit ‎kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian kerja dan ‎menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut ‎diintegrasikan (koordinasi). Selain daripada itu struktur organisasi juga menunjukkan ‎spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan terstruktur adalah ‎adanya suatu ketentuan yang jelas yang bisa mengikat, dan maksud.‎
Dalam mendefinisikan organisasi setiap orang berbeda-beda tergantung dari sudut ‎pandang mana yang dipakai. Menurut Stoner Organisasi adalah suatu pola hubungan-‎hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan ‎bersama. Menurut James D. Mooney Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia ‎untuk mencapai tujuan bersama.Menurut Chester I. Bernard Organisasi merupakan suatu ‎sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.‎ ‎ ‎
Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa ketika mendefinisikan organisasi harus ‎meliputi: kumpulan orang, memiliki visi-misi atau tujuan dan memiliki aturan yang disepakati.‎
Secara spesifik, organisasi bisa memberikan manfaat sebagai berikut:‎
‎1.‎ organisasi melayani masyarakat
‎2.‎ organisasi mencapai tujuan
‎3.‎ organisasi memberi karir
‎4.‎ organisasi memelihara ilmu pengetahuan.‎
Sedangkan pengertian manajemen, berasal dari kata manage yaitu mengatur; ‎mengurus; mengemudikan; memimpin; memerintah.‎ ‎ Kata Manajemen berasal pula dari ‎bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. ‎Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Dalam kamus ‎ilmiah manajemen adalah proses menggunakan dan/atau menggerakan sumber daya, manusia, ‎modal dan peralatan.‎ ‎ ‎
Mary Parker Follet, salah satu tokoh ilmu manajemen, manajeman merupakan suatu ‎seni mencapai sesuatu melalui orang lain “the art of getting things done through the orders”.‎ ‎ ‎Definisi ini memberikan arti bahwa manajemen harus berkerja sama dengan orang lain untuk ‎mencapai tujuan tertentu, ini juga dibutuhkan keterampilan khusus. G.R Terry mengemukakan ‎pengertian manajemen yaitu suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan dan ‎pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ‎ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya.‎
Menurut James A.F. Stoner Manajemen adalah suatu proses perencanaan, ‎pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta ‎penggunaan sumua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi ‎yang telah ditetapkan sebelumnya.‎ ‎ Senada dengan Stoner, Ricky W. Griffin mendefinisikan ‎manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan ‎pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien.‎ ‎ Ricky ‎menekankan pula dengan efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai ‎sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan ‎secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.‎
Dari berbagai definisi di atas, bisa diambil kata kunci dari definisi manajemen ‎tersebut, sebagai berikutt:‎
‎1.‎ proses yang merupakan kegiatan yang direncanakan
‎2.‎ kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengendalikan yang ‎sering disebut fungsi manajemen
‎3.‎ tujuan organisasi yang ingin dicapai melalui aktifitas tersebut dengan efektif dan ‎efesien
‎4.‎ sumberdaya organisasi yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut

B. Proses Manajemen
Dalam mendefinisikan manajemen terdapat empat kegiatan perncanaan, ‎pengorganisasian, pengarahan dan pengedalian. Kegiatan tersebut disebut dengan proses ‎manajemen. Kata proses ditambahkan untuk mengartikan yang dilakukan dengan cara ‎sistematis dan kegiatan tersebut dilakukan oleh manajer pada semua tingkat.‎
‎1.‎ Perencanaan (Planning)‎
Perencanaan adalah proses memutuskan tujuan-tujuan apa yang akan dikejar selama ‎suatu waktu yang akan dating dan apa yang akan dilakukan agar tujuan-tujuan itu dapat ‎tercapai. Mahmud M. Hanafi memaparkan bahwa pengambilan keputusan merupakan bagian ‎dari perencanaan yang berarti memilih alternative pencapaian tujuan dari beberapa alternative ‎yang ada.‎ ‎ Perencanan ini berguna untuk mengarahkan kegiatan organisasi. Oleh karena itu, ‎langkah pertama yang harus diambnil adalah menetapkan perencanaan secara keseluruhan dari ‎organisasi tersebut, setelah itu baru perencanaan yang lebih detail sesuai bagian kerjanya..‎
Perencanaan tidak bersangkut paut dengan keputusan-keputusan yang akan datang, ‎tetapi berkaitan dengan dampak akan datang dari keputusan-keputusan sekarang. Perencanan ‎menjadi jembatan antara kita sekarang berada dengan ke mana kita pergi. perencanaan ini ‎harus menentukan terlebih dahulu, siapa, apa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana dari ‎kegiatan yang akan datang.‎
Perencanaan yang efektif harus di dasarkan fakta-fakta dan informasi dan tidak atas ‎emosi dan keinginan. Fakta yang bersangkutan dikaitakan dengn pengalam,an manajer ‎tersebut. Scara berfikir reflektif diperlukan: imajinasi dan pandangan ke depan sangan ‎membantu. Pada dasarnya perencanaan merupakan proses intelektual, dikarenakan mencoba ‎memandang ke depan, menduga-duga kemungkinan-kemungkinan, siap menghadapi hal yang ‎tidak terduga, memetakan kegiatan dan mengadakan urutan yang teratur untuk mencapai ‎tujuan.‎
Pada umumnya perencanan dilakukan dengan informal dan santai.. perencanaan ‎formal dapat di definisikan sebagai rencana yang tertulis, didokumentasikan dan ‎dikembangkan melalui suatu proses yang dapat ditentukan jenisnya. Perbandingan ‎perencanaan formal dan informal sebagai berikut:‎
Perencanaan Formal Perencanaan Informal
‎* Rasional‎ ‎ * Emosional‎
‎* Sistematis‎ ‎* Tidak Teratur‎
‎* Waktu teratur‎ ‎* Waktu tidak tetap‎
‎* Perbaikan kedepannya ‎* Setelah evaluasi selesai‎
‎* Dokumen Kertas‎ ‎* Ingatan‎

Kemudian ada beberapa jenis- jenis dari rencana, yaitu sebagai berikut:‎
a)‎ ‎“Growth Plans” – rencana- pertumbuhan : rencana ini memetakan arah, ke mana ‎organisasi itu bergerak, tujuan-tujuannya, dan cepatnya gerakan ekspansi yang dicari. ‎Cara yang rasional unuk menjamin pertumbuhan yang diinginkan ialah dengan ‎keterikatan anggota-anggota manajemen yang cakap dengan pertumbuhan dan dengan ‎dengan perencanaan pertumbuhan sendiri.‎
b)‎ ‎“Profit Plans” – rencana keuntungan-‎
c)‎ ‎“user plans” – rencana pemakaian-‎
d)‎ ‎“personal management plans” – perencanaan urutan kepegawaian-‎
Jenis-jenis di atas, dalam perncanan harus meliputi, sebagaimana tergambar dalam ‎bagan berikut:‎
‎ Misi

Tujuan

Startegi Program

Kebijakan

Prosedur Anggaran

Aturan

‎2.‎ Pengorganisasian (Organizing Dan Staffing)‎
Mengorganisir adalah proses pengelompokan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan ‎dan penugasan setiap kelompok kepada seorang manajer, yang mempunyai kekuasaan, yang ‎perlu untuk mengawasi anggota-anggota kelompok.‎ ‎ pengorganisasian ini dapat diartikan ‎sebagai kegiatan mengkoordinir sumberdaya, tugas dan otoritas antara anggota organisasi agar ‎tujuan organisasi dapat dicapai secara efekti dan efesien. Langkah pertama dari ‎pengorganisasian adalah menentukan struktur/bagan organisasi terlebih dahulu, yang sesuai ‎dengan kebutuhan. Setelah itu langkah kedua, baru menetapkan orang yang menempati ‎struktur tersebut. Kemudian dalam pembagian kerja ada dua macam, pembagian kerja secara ‎vertical dan horizontal.‎
Pembagian kerja secara vertical didasarkan atas penetapan garis kekuasaan dan ‎menentukan tingkat-tingkat yang membentuk bangunan organisasi itu secara tegak. Selain ‎dapat menetapkan kekuasaan, pembagian kerja vertical mempermudah arus komunikasi dalam ‎organisasi. Pembagian kerja secara horizontal didasarkan atas spesialisasi kerja. Asumsi dasar ‎yang melandasi pembagian kerja garis daftar adalah bahwa, dengan membuat setiap tugas ‎pekerja menjadi terperinci, maka pekerjaan yang dihasilkan lebih efesien dan berkualitas.‎
‎3.‎ Pengarahan (leading)‎
setelah struktur oranisasi ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah membuat bagaimana ‎orang bekerja untuk mencapai tujuan organisasi, yaitu memberikan pengarahan, ‎mempengaruhi orang lain dan memotivasi orang untk bekerja. Pengarahan merupakan ‎kegiatan manajemen yang paling menantang dan penting karena berhadapan langsung dengan ‎manusia. Hal itu bisa tercipta tergantung kreatifitas manajer merespon keadaan yang ada. ‎
Menurut G.R. Terry, sebagaimana yang dikutip Kartini Kartono, pengarahan ini disebut ‎juga aktualisasi, yaitu kegiatan pengerakan-pengendalin semua sumber dalam usaha ‎pencapaian sasaran. Aktualisasi ini pula merupakan penyatuan semua usha dan penciptaan ‎kerjasama, sehingga tujuan dapat dicapai dengan efektif dan efesien.‎
‎4.‎ Pengendalian (Controling)‎
Pengendalian adalah kegiatan memonitoring bagaimana dan sampai mana kemajuan ‎organisasi. Pengendalian ini merupakan elemen terakhir dari proses manajemen, yang ‎bertujuan melihat apakah kegiatan organisasi sesuai dengan rencana atau tidak. Pengawasan ‎ini dilakukan, agar para pengikut dapat bekerjasama dengan baik kea rah pencapaian sasaran ‎dan tujuan umum organiasi, begitupula untuk mengukur hasil pekerjaan dan menghindari ‎penyimpangan-penyimpangan; jika perlu dilakukan tindakan korektif secara langsung jika ada ‎penyimpangan tersebut. ‎
Oleh karena itu, pengendalian dapat definisikan sebagai usaha sistematik untuk: ‎menetapkan standar prestasi tertentu dengan merencanakan mendesain sistem umpan balik ‎informasi, membandingkan prestasi yang sesungguhnya dengan standar prestasi, menentukan ‎apakah terjadi penyimpangan dan mengukur apakah penyimpangan itu signifikan, dan ‎melakukan perbaikan yang diperlukan untuk memastikan baghwa semua sumberdaya ‎organisasi digunakan dengan cara yang paling efektif dan efesien untuk mencapai tujuan ‎organisasi.‎

C. Teori Manajemen
Teori merupakan kumpulan prinip-prinsip yang disusun secara sistematis. Prinsip ‎tersebut berusaha menjelaskan hubungan antara fenomena yang ada. Setiap teori akan ‎mengembangkan konsep yang digunakan sebagai simbol fenomena tertentu. Secara singkat ‎manajemen bisa membantu memajukan praktek manajemen. Perkembangan teori manajemen ‎terjadi melalui beberapa tahap, yaitu:‎
‎1.‎ Tori manajemen kuno. Teori ini dipraktek pada masyarakat kuno, sebagai contoh ‎pembuatan piramida. Pada masa ini manajemen hanya diartikan sebagai seni saja, bukan ‎merupakan suatu ilmu yang harus dipelajari. Untuk menjadi manajer yang baik, tidak ‎diperlukan mempelajari teori manajemen, melainkan harus terjung langsung ke lapang.‎
‎2.‎ Teori manajemen ilmiah. Manajemen ilmiah, atau dalam bahasa Inggris disebut scientific ‎management, pertama kali dipopulerkan oleh Frederick Winslow Taylor dalam bukunya ‎yang berjudul Principles of Scientific Management pada tahun 1911. Dalam bukunya itu, ‎Taylor mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah "penggunaan metode ilmiah untuk ‎menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan suatu pekerjaan." Taylor membuat sebuah ‎pedoman yang jelas tentang cara meningkatkan efesiensi produksi. Pedoman ini ‎mengubah drastis pola pikir manajemen ketika itu. Jika sebelumnya pekerja memilih ‎sendiri pekerjaan mereka dan melatih diri semampu mereka, Taylor mengusulkan ‎manajemenlah yang harus memilihkan pekerjaan dan melatihnya. Manajemen juga ‎disarankan untuk mengambil alih pekerjaan yang tidak sesuai dengan pekerja, terutama ‎bagian perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengontrolan. Hal ini berbeda ‎dengan pemikiran sebelumnya di mana pekerjalah yang melakukan tugas tersebut. ‎
‎3.‎ Aliran prilaku. Aliran manajemen klasik tidak dapat menaikan produktivitas yang diiringi ‎tetap menjaga harmonisasi tempat kerja. Penggagas aliran perilaku adalah Mary Parker ‎Follet dan Chester Iuran membeli komputer Barnard. Teori berkaitan dengan pendekatan ‎hubungan manusia dan pendekatan ilmu perilaku.‎
‎4.‎ Aliran kuantitatif. Teori dilakukan dengan membentuk tim riset operasi
‎5.‎ Teori manajemen kontemporer. Teori ini berlandaskan pula terhadap teori-teori ‎sebelumnya yang diintregasikannya. Ada berapa pendekatan dari manajemen kontmporer ‎ini, yaitu: pendekatan sistem, pendekatan situasional dan pendekatan hubungan manusia ‎baru.‎
Sistem dalam ‘pendekatan sistem’ dapat diartikan sebagai gabungan sub-sub sitem ‎yang saling brkaitan. Organisasi yang dipandang sebagai suatu sistem akan dipandang secara ‎keseluruhan, terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan dan sistem tersebut akan berinteraksi ‎dengan lingkungan. Ada beberapa istilah dalam pendekatan sistem, sebagai berikut:‎
• Sistem terbuka: sistem berinteraksi dengan linkungan
• Sub-sistem : bagian dari sistem. Sub-sitem inlah yang membentuk sitem perusahaan ‎atau organisasi
• Sinergi: adanya kerjasama antara satu sub-istem dengan sub-sistem lainnya sehingga ‎hasil diperoleh lebih efektif.‎
• Batasan sistem: membatasi sistem dengan lingkungan
• Aliran: input mengalir ke sistem, diproses oleh sistem dan keluar sebagai output.‎
• Feedback: umpan balik
• Entropi: entropi merupaka proses di mana sistem menuju ke hancuran

Pendekatan klasik, perilaku, serta kuantitatif berusaha mencari prinsip-prinsip ‎manajemen yang universal, yang berlaku dimana dan kapan saja. Sedangkan pendekatan ‎situasional mempunyai pandangan yang berlawanan. Pendekatran ini menganggap bahwa ‎efektifitas manajemen tergantung pada situasi yang melatarbelakangi. Prinsip manajemen ‎yang sukses pada situasi tertentu, belum tentu efektif apabila digunakan di situasi lainnya. ‎Tugas manajer adalah mencari teknik yang paling baik untuk mencapai tujuan organisasi, ‎denga melihat situasi, kondisi dan waktu yang tertentu.‎
Adapun pendekatan hubungan manusiawi baru berusaha mengintegrasikan sisi positif ‎manusia dan manajemen ilmiah. Pendekatan perilaku mengatakan bahwa manusia berusaha ‎mengaktualisaikan dirinya. Sedangkan pendekatan hubungan manusia baru melangkah lebih ‎lanjut. Bahwa manusia merupakan makhluk emosional, intuitif dan kreatif.‎
Berdasarkan pendekatan-pendekatan di atas, maka jika diintegrasikan dalam suatu ‎kerangka sebagai berikut:‎

Pendekatan sistem Pendekatan situasional
‎*Ketergantungan antar sub-sistem ‎*melihat situasional‎
‎*Melihat pengaruh lingkungan ‎*bertindak atas dasar situasi yang ‎
‎ dihadapi


Klasik Perilaku Kuantitatif
‎*focus pada efesiensi ‎*perilaku organisasi‎ ‎*pendekatan kuantitatif‎
‎ dan produktivitas dan pentingnya sumber ‎ ‎ Manajemen sains

D. PENUTUP
Bedasarkan penjelasan di atas, bisa dipaham bahwa pekerjaan manajer tidak terlepas ‎dari organisasi, yaitu kumpulan dua atau lebih orang yang bekerja sama secara terkoordinasi ‎untuk mencapai tujuan tertentu. Supaya organisasi mencapai tujuan yang lebh efektif maka ‎dibutuhka suatu proses manajemen. ‎
Proses manajemen mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan ‎pengendalian. Meskipun secara teoritis proses manajemen menunjukan hubungan yang logis, ‎dalam praktek proses manajemen dilakukan tidak selalu urut dan seringkali dikerjakan secara ‎simultan.‎
Kemudian ada suatu perkembangan tersendiri dari teori manajemen. Teori yang baik ‎dapat mendorong profesionalisme manjemen, karena manajemen merupakan suatu ilmu dan ‎seni sekaligus. Teori dapat digunakan untuk memprediksi kaitan antara beberapa fenomena, ‎dengan demikian diharapkan bisa mengurangi praktek coba-coba, dan dapat menefesienkan ‎kerja manjer.‎
Perkembangan teori manajemen terjadi melalui beberapa tahap, yatui: (1) Teori ‎manajemen kuno, (2) Teori manajemen ilmiah, (3) Aliran prilaku, yang mencakup pendekatan ‎hubungan manusiawi dan ilmu perilaku, (4) Aliran kuantitatif, dan (5) Teori manajemen ‎kontemporer. Masing-masing mempunyai sumbangan dan keterbatasan sendiri. Pandangan ‎integrative berusaha menggabungkan pendekatan-pendekatan yang ada, dengan melihat ‎organisasi suatu sistem dan menggunakan pendekatan yang ada secara situasional.‎
Dari pembahasan ini diharapkan kader-kader HMI mampu memahami manejemen ‎organisasi, meskipun dalam pembhasan ini hanya sekedar suatu pengantar manajemen. Di ‎damping memahami, kader pun mampu menrapkan proses manajemen ini supaya tujuan dari ‎organisasi berjalan dengan efektif dan efesien.‎

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan al-barry. 1994. Kamus Ilmiah Populer.Surabaya: Arkola.‎
Dahlan. Y. Al-Barry dan Lya Sofyan Yacub. 2003. Kamus Induk Istilah Ilmiah Seri ‎Intelektual. Surabaya: Target Press. Hal; 480‎
G.R. Terry dan L.W. Rue. 1982. Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: Bumi Akssara.‎
Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig. 1995. ORganisasi dan manajemen. Jakarta: Bumi ‎Aksara.‎
Http:// Wikipedia bahasa Indonesia. 20/08/2008‎
Http://hmti.wordpress.com/2008/02/22‎
Kartini Kartono. 1992. Pemimpin dan Kepemimpinan. Bandung: Rajawali
Mamduh M. Hanafi. 1997. MANAJEMEN. Yogyakarta: YKPN.‎
Permadi. 1996. Pemimpin & Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: Rinika Cipta.‎
Wojowasito. 1991. Kamus Lengkap Inggeris. Bandung: HASTA.‎


Read More......

Pemerasan dan Pengancaman

Tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dalam BAB XXIII
KUHP sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu tindak pidana
pemerasan ‎(Afpersing) dan tindak pidana pengancaman (Afdreiging). Kedua macam
tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan yang
bertujuan memeras orang lain, justru karena sifatnya yang sama itulah, kedua
tindak pidana ini biasanya disebut dengan nama yang sama yaitu “pemerasan” serta
diatur dalam bab yang sama.
Sekalipun demikian, tidak salah kiranya apabila orang menyebut, bahwa kedua tindak pidana tersebut ‎mempunyai sebutan sendiri yaitu pemerasan untuk tindak pidana yang diatur dalam pasal 369 KUHP.
Oleh karena itu, penulisan mencoba menguraikan tindak pidana pemerasan dan pengancaman yang ‎merupakan bentuk kejahatan terhadap harta kekayaan, beserta unsur-unsur dan akibat hukumnya. ‎Agar dapat diketahui letak perbedaan antara kedua bentuk tindak pidana tersebut.

A. Tindak Pidana Pemerasan
Adapun yang dimaksud dengan tindak pidana pemerasan (Afpersing) sebagaimana ‎dirumuskan dalam pasal 368 adalah sebagai berikut:[1]
Barang siapa bermaksud untuk menguntungkan diri sendiri atau oran lain secara ‎melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan ‎untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang itu ‎atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang. ‎Diancam pemerasan dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.
Ketentuan pasan 365 ayat kedua, ketiga dan keempat berlaku bagi kejahatan ini.

Dari rumusan tersebut di atas, dapat dilihat bahwa pada pemerasan selain ada ‎ketentuan umum (bentuk pokoknya), ada pula bentuk-bentuk khususnya atau ‎pemerasan yang diperbuat sebagaimana pasal 368 ayat dua.[2]
‎1. Pemerasan dalam Bentuk Pokok
Sebagaimana perumusan pasal 368 (1), pemerasan dalam bentuk pokok terdapat ‎unsur-unsur obyektif dan subyektif, yaitu :[3]


xUnsur-Unsur Obyektif
‎1. Barang siapa (hij)
‎2. Memaksa (dwingen)
Artinya melakukan tekanan pada orang sehingga orang itu melakukan sesuatu yang ‎berlawanan dengan kehendaknya sendiri.[4]
‎3. Orang Lain (Lemand)
Orang disini baik pemilik benda maupun bukan juga tidak harus orang yang ‎menyerahkan benda, yang memberi hutang maupun yang menghapuskan piutang.[5]
‎4. Upaya kekerasan dan ancaman kekerasan
‎5. Untuk menyerahkan suatu benda
Dalam hal ini benda yang dimaksud tidak perlu harus diserahkan sendiri oleh orang ‎yang diperas tetapi tidak dapat dilakukan dengan perantara orang ketiga untuk di ‎serahkan kepada orang yang melakukan pemerasan.[6]
‎6. Untuk membuat hutang maupun menghapuskan piutang
Yang dimaksud membuat hutang bukan untuk mendapatkan pinjaman uang atau ‎membuat perjanjian hutang, melainkan memaksa korban untuk mengadakan segala ‎perjanjian yang menyebabkan korban harus membayar sejumlah uang.
Demikian juga yang dimaksud menghapuskan hutang adalah menghapuskan ‎perikatan hukum yang sudah ada yang berkaitan yang berakibat hapusnya kewajiban ‎hukum untuk menyerahkan sejumlah uang kepada pihak korban.
Unsur-Unsur Subyektif
Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan ‎hukum.
Artinya si pelaku sebelum malakukan perbuatan memaksa dalam dirinya telah ada ‎suatu kesadaran bahwa maksud menguntungkan (menambah kekayaan) bagi diri ‎sendiri atau orang lain dengan memaksa seseorang itu adalah bertentangan dengan ‎hukum. Oleh sebab itu, si pelaku tetap salah meskipun ternyata ia behak ‎mmenguntungkan diri. Misalnya, barang yang di minta dengan kekerasan itu ‎ternyata milik si pelaku yang tidak diketahui pada waktu ia melakukan pemerasan.[7]
‎2. Bentuk Pemerasan yang Diperberat
Ayat kedua pasal 368 menyatakan bahwa “ketentuan pasal 265 ayat kedua, ketiga dan ‎keempat berlaku bagi kejahatan pemerasan ini” Dalam pemerasan terdapat bentuk ‎yang perberat sesuai dengan bentuk-bentuk pada pencurian dengan kekerasan ‎tersebut, diantaranya :[8]
a. Pemerasan yang diancam pidana penjara maksimum dua belas tahun
Pidana tersebut dikenakan apabila dipenuhi unsur-unsur :
Baik unsur obyektif maupun unsur subyektif, pemerasan bentuk pokoknya (ayat 1) ‎ditambah salah satu unsur-unsur khusus (bersifat alternatif yaitu pada poin dua)
‎2. a. Saat melakukannya yaitu malam hari ditambah unsur terjadinya, yaitu dalam ;
ü Sebuah rumah
ü Pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya
ü Dijalan umum
ü Dalam sebuah kereta api atau trem yang sedang berjalan
b. Dilakukan lebih dari satu orang atau bersekutu.
c. Jika masuk ketempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau ‎dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu / pakaian jabatan palsu.
d. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
e. Jika perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan pidana penjara ‎paling lama limabelas tahun.
f. Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu ‎tertentu paling lama duapuluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau ‎kematian yang dilakukan dua orang atau lebih dengan bersekutu disertai pula oleh ‎salah satu hal yang diterangkan dalam unsur-unsur khusus pidana penjara ‎maksimum duabelas tahun no. 2 huruf a dan c
B. Tindak Pidana Pengancaman
Pengancaman dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Black Mail. Sedang dalam ‎bahasa Prancis dikenal dengan istilah Chantage dan dalam bahasa Belanda dikenal ‎dengan istilah Afdreiging.[9]
Tindak pidana pengancaman atau afdreiging itu mempunyai beberapa kesamaan ‎dengan tindak pidana pemerasan atau afpersing yang diatur dalam pasal 368 ayat 1 ‎dan 2 KUHP, yakni bahwa didalam kedua tindak pidana tersebut, undang-undang ‎telah mensyaratkan tentang adanya pemaksaan terhadap seseorang agar orang ‎tersebut:[10]
v Menyerahkan suatu benda yang sebagian atau seluruhnya adalah kepunyaan orang ‎tersebut atau kepunyaan pihak ketiga
v Mengadakan perikatan utang piutang sebagai pihak yang berhutang atau ‎meniadakan piutang.
Tindak pidana pengancaman atau afdreiging termuat dalam satu bab yaitu terdapat ‎dalam pasal 368 dan 369 HUKP. Maka dari itu, kedua tindak pidana tersebut ‎mempunyai unsur subyektif yang sama yakni dengan maksud untuk menguntungkan ‎diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.[11]
Bahkan, tindak pidana pengancaman ini juga masih termasuk kategori pemerasan, ‎karena didalam kedua pasal tersebut sama-sama merupakan bentuk pemerasan, ‎hanya letak perbedaannya pada cara-cara yang digunakan oleh si pelaku untuk ‎mencapai tujuan itu. Beda halnya dengan pemerasan, dalam tindak pidana ‎pengancaman ini pelaku tidak menggunakan kekerasan, melainkan dengan akan ‎menista atau membuka rahasia baik secara lisan maupun secara tulisan.[12]

Sebagaimana penjelasan diatas, tindak pidana pengancaman atau afdreiging itu oleh ‎pembentukan undang-undang telah diatur dalam pasal 369 ayat 1 dan 2 KUHP yang ‎rumusan aslinya dalam bahasa belanda berbunyi sebagai berikut:[13]
‎1. His die met oogmerk om zich of een ander wedernech telisk te bevoor delen. Door ‎bedreiging met smaad, smadschrigt of openbaing vaan een gehiem lemand Dwight ‎letjij totafgitfe van eening goid dat geehel of ten deele aan dezen of aan een derde ‎toebehoort, hetzijtot het aang aan van eene schuld of het teuletdoenvan eene ‎inschuld, wordt als schulding aan afdreiging. Gestraft met gevang euisstraf van ten ‎hoogste ver jenen.
‎2. Ditmisdrigf word met vervoigd dan of klachte vanhen tegen wien het gepleegd is.
Aritnya:
barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain ‎secara melawan hukum, dengan ancaman akan menista dengan tulisan atau akan ‎mengumumkan rahasia, memaksa seseorang untuk menyerahkan sesuatu benda ‎yang sebagian atau sepenuhnya kepunyaan orang tersebut atau kepunyaan pihak ‎ketiga, ataupun untuk mengadakan perikatan utang atau meniadakan piutang, karena ‎bersalah telah mengadakan pengancaman, di pidana penjara selama-lamanya empat ‎tahun.
Kejahatan ini tidak akan dituntut kecuali ada pengaduan dari orang, terhadap siapa ‎kejahatan itu di lakukan.
Selaras dengan ketentuan pasal diatas, tindak pidana pengancaman disebut juga ‎dengan istilah pemerasan dengan menista.[14]
Oleh karena itu, jelaslah perbedaan antara pemerasan dan pengancaman terletak pada ‎cara yang digunakan oleh si pelaku untuk memaksa, yaitu dalam pemerasan ‎digunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sedang dalam pengancaman ‎digunakan akan menista atau membuka rahasia.

Tindak pidana pengancaman yang diatur dalam pasal 369 ayat 1 dan 2 KUHP itu ‎terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:[15]
a) Unsur subyektif; yaitu dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau ‎orang lain secara melawan hokum.
b) Unsur-unsur obyektif:
‎1. Barang siapa
‎2. Dengan ancaman:
a. Akan menista
b. Akan menista dengan tulisan, atau
c. Akan mengumumkan suatu rahasia
‎3. Memaksa seseorang untuk:
a. Menyerahkan suatu benda yang sebagian atau sepenuhnya merupakan kepunyaan ‎orang tersebut atau kepunyaan pihak ketiga.
b. Mengadakan perikatan utang atau meniadakan piutang.
C. Persamaan dan Perbedaan Antara Pemerasan dan Pengancaman
‎1. Persamaan
a. Perbuatan materialnya masing-masing merupakan memaksa
b. Perbuatan memaksa ditujukan pada orang tertentu
c. Tujuan sekaligus merupakan akibat dari perbuatan memaksa: Agar orang ‎menyerahkan harta benda, memberi hutang dan menghapuskan hutang
d. Unsur obyektifnya berupa maksud yang ditujukan untuk menguntungkan diri ‎sendiri atau orang lain dengan melawan hukum[16]
‎2. Perbedaan
a. Cara-cara yang digunakan dalam melaksanakan perbuatan materialnya, yakni:
v Pada pemerasan, dengan menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan
v Pada pengancaman, dengan menggunakan ancaman pencemaran dan akan ‎membuka rahasia
b. Mengenai ancaman pidananya:
Pada pemerasan diancam pidana penjara maksimum Sembilan tahun, dan ada ‎kemungkinan di perberat
Pada pengancaman diancam dengan pidana penjara maksimum empat tahun dan ‎tidak ada kemungkinan untuk di perberat.[17]
D. Tindak Pidana Pemerasan Dalam Keluarga
Dalam pasal 367 KUHP mengatur tentang “Pencurian Dalam Keluarga”. Oleh ‎karenanya berdasarkan rumusan tersebut dalam pasal 367 KUHP, maka pasal 370 ‎KUHP mengatur tentang “pemerasan dalam keluarga”.[18]
Sebagaimana telah diketahui, bahwa pasal 367 KUHP mengatur pemcurian yang ‎dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya atau oleh keluarga baik sedarah ‎atau semenda dalam garis lurus atau menyamping sampai sederajat kedua. Jenis ‎tindak pidana yang semacam ini merupakan tindak pidana aduan (klachdelicten)
Berdasarkan ketentuan pasal 370 dan penjelasan pasal 367 KUHP diatas, maka:[19]
‎1) Apabila seorang suami melakukan sendiri pemerasan atau membantu orang lain ‎melakukan pemerasan terhadap isterinya atau sebaliknya, sedangkan antara ‎keduanya tidak pisah meja dan ranjang atau pisah harta kekayaan, maka terhadap ‎mereka tidak akan dapat dilakukan penuntutan pidana
‎2) Apabila pemerasan itu dilakukan oleh seorang suami terhadap isterinya atau ‎sebaliknya, sedang keduanya telah pisah meja dan ranjang, atau pisah harta kekayaan, ‎atau pemerasan itu dilakukan oleh keluarga baik sedarah atau semenda baik dalam ‎garis lurus maupun menyamping sampai derajat kedua, maka tidak dapat dilakukan ‎penuntutan pidana terhadap keduanya. Hanya dapat dilakukan penuntutan apabila ‎ada pengaduan dari pihak atau orang yang telah dirugikan.
Walaupun pemerasan yang dilakukan dalam keluarga yang dapat mengakibatkan ‎kematian atau luka berat tidak dapat dituntut pidana tanpa adanya pengaduan dari ‎pihak yang dirugikan, tetapi terhadap penindaknya atau pelaku pembantunya tetap ‎dapat di tuntut pidana baik di pidana berdasar pasal 351 (2) jika menimbulkan luka ‎berat, atau pasal 354 bila kesengajaannya pada luka beratnya, atau pasal 351 (3) jika ‎menimbulkan kematian, atau dapat pula dituntut dengan pasal 338 apabila ‎kesengajaannya ditujukan pada kematian.
Dalam kejahatan ini, selain diancam dengan pidana pokok yakni pidana penjara ‎seperti yang tersebut dalam pasal 368 dan 369, juga dapat dijatuhi pidana tambahan ‎berdasarkan pasal 371, yaitu pidana tambahan yang disebutkan dalam pasal 35 (1-‎‎4)[20]

Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan yang telah tersebut di depan, maka dapat di simpulkan ‎bahwa tindak pidana pemerasan yang di sebutkan dalam pasal 368 adalah barang ‎siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan ‎hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan guna untuk ‎memberikan barang seluruh atau sebagian milik orang lain, membuat hutang atau ‎menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya Sembilan ‎tahun.
Sedang tindak pidana pengancaman ini masih termasuk kategori pidana pemerasan. ‎karena unsur subyektifnya sama dengan tindak pidana pemerasan yakni sama-sama ‎menguntungkan diri sendiri atau orang lian dengan melawan hukum.
Tindak pidana pemerasan dan tindak pidana pengancaman ada kesamaan yakni sama-‎sama adanya unsur paksaan yang dilakukan oleh si pelaku. Dan orang yang ‎melakukan tindak pidana pemerasan yang berbentuk pokok ini diancam pidana ‎penjara paling lama Sembilan tahun (pasal 368), sedang dalam pengancaman diancam ‎pidana penjara paling lama empat tahun.
Pemerasan dan ancaman mempunyai unsur-unsur yang sama yaitu unsur obyejtif ‎dan unsur subyektif. Hanya saja perbedaannya terletak pada unsur obyektifnya. ‎Dalam tindak pidana pemerasan cara yng digunakan si pelaku yaitu kekerasan atau ‎ancaman kekerasan, sedang dalam tindak pidana pengancaman cara yang digunakan ‎adalah akan menista atau membuka rahasia, baik secara lisan maupun tulisan.

‎[1] Sudarsono. 1991. kenakalan remaja prevensi, rehabilitasi dan rasionalisasi. ‎Jakarta: rineka cipta hal 54
‎[2] Adami chazawi. 2006. kejahatan terhadap harta benda. Malang : bayumedia hal 52
‎[3] Adami, 2006, kejahatan, hal 52
‎[4] R. Soesilo.1984. pokok-pokok hokum pidana peraturan umum dan delik-delik ‎khusus. Bandung: PT. karya nusantara hal 139
‎[5] Adami, 2006, kejahatan, hal 56
‎[6] Lamintang, c. jisman samosir.1979. delik-delik khusus kejahatan yang ditujukan ‎terhadap hak milik dan lain-lain hak yang timbul dari hak milik. Bandung : Tarsito ‎hal 165
‎[7] Wirjono prodjodikoro. 1986. tindak-tindak pidana tertentu di Indonesia. Bandung ‎‎: PT. Eresco hal 28
‎[8] Adami, 2006, kejahatan, hal 60
‎[9] Tongat. 2003. Hukum Pidana Materiil. Malang: UMM Press hal 51
‎[10] Lamintang. 1989. Delik-delik khusus kejahatan-kejahatan terhadap harta ‎kekayaan. Bandung: Sinar Baru hal 82
‎[11] Ibid
‎[12] Wirjono prodjodikoro. 1986. tindak-tindak pidana tertentu di Indonesia. ‎Bandung: PT. eresco hal 29
‎[13] Lamintang. 1989. delik-delik khusus kejahatan-kejahatan terhadap harta ‎kekayaan. Bandung: sinar baru hal 83
‎[14] R. seosilo. 1984. pokoko-pokok hokum pidana peraturan umum dan delik-delik ‎khusus. Bandung: pt. karya nusantara hal 257
‎[15] Lamintang, 1989, delik-delik khusus kejahatan-kejahatan, hal 83
‎[16] Adam chazawi, kejahatan terhadap harta benda, hal 63
‎[17] Adam chazawi, kejahatan terhadap harta benda, hal 64
‎[18] Team red. WIPRESS. 2006. KUHP dan KUHAP. Wipress
‎[19] Team red. Kesindo utama. 2007. KUHP dan KUHAP. Surabaya: kesindo utama ‎hal 118-119
‎[20] Chazawi, kejahatan terhadap harta benda, hal 68‎



Read More......

Sabtu, 03 Januari 2009

Lembaga Advokat Indonesia

Advokat merupakan bagian dari lembaga, wadah dan media untuk sama-sama
‎menegakkan keadilan di peradilan bumi Indonesia ini. Tidak sembarang orang
‎melabelkan dirinya seorang advokat, melainkan harus terlebih dahulu menempuh
‎pendidikan hukum dan lolos dari penseleksian menjadi advokat. Kehadiran
‎advokat diperuntukan untuk membantu pihak-pihak yang terkait dalam beracara
‎pada perkara di pengadilan. Baik itu pihak penggugat atau pun tergugat.”‎

A.‎ Pengertian
Advokat sebagai nama resmi profesi dalam sistem peradilan di Indonesia ‎pertama-tama ditemukan dalam ketentuan Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan ‎Mengadili. Advokat itu merupakan padanan kata advocaat dari bahasa Belanda ‎yakni seseorang yang telah resmi diangkat untuk menjalankan profesinya setelah ‎memperoleh gelar meester in de rechten (Mr).‎
Lebih jauh lagi kata advokat secara etimologis berasal dari bahasa latin ‎advocare, yang berarti to defend, to call to one, said to vouch or warrant ‎. ‎Sedangkan dalam bahasa Inggris advocate berarti : to speak in favour or depend by ‎argument, to support, indicate, or recommanded publicly ‎. Sedangkan dalam ‎Kamus Besar Bahasa Indonesia advokat disamakan dengan pengacara yang berarti ‎pembela perkara, pendamping tergugat (terdakwa).‎
Secara terminologis terdapat beberapa pengertian advokat yang ‎didefinisikan oleh para ahli hukum, organisasi, peraturan dan perundang-undangan ‎yang pernah ada sejak masa kolonial hingga sekarang, seperti di bawah ini.‎
‎1.‎ Black’s Law Dictionary, Fifth Edition: “To speak in favor of or defend by ‎argument; one who assists, defends, or pleads for another; one who renders ‎legal advice and aid and pleads the cause of another before a court or a ‎tribunal, a counselor.”‎

‎2.‎ Pada pasal 1 butir 13 Undang-Undang No 8 tahun 1981 tentang UU ‎Hukum Acara Pidana, menyatakan bahwa : “Seorang penasehat hukum ‎adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau ‎berdasarkan undang-undang untuk memberikan bantuan hukum.”‎
‎3.‎ Dalam Undang-Undang Advokat No 18 Tahun 2003 pada bab 1 pasal 1 ‎ayat 1 disebutkan, bahwa : “Advokat adalah orang berprofesi memberi ‎jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi ‎persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini.”‎ ‎ ‎

B.‎ Kedudukan Hukum Advokat
Pemberian jasa hukum yang dilakukan oleh advokat kepada masyarakat ‎atau kliennya, sesungguhnya mempunyai landasan hukum yang kuat, baik yang ‎bersumber dari hukum zaman kolonial maupun setelah masa kemerdekaan. ‎Menurut Frans Hendra Winarta, perihal bantuan hukum termasuk di dalamnya ‎prinsip equality before the law dan acces to legal councel, dalam hukum positif ‎Indonesia telah diatur secara jelas dan tegas melalui berbagai peraturan dan ‎perundang-undangan.‎
Berkaitan dengan pemberian bantuan hukum ini diatur dalam undang-‎undang dasar 1945, misalnya:‎
‎1.‎ Pasal 27 ayat 1, menegaskan bahwa: “Setiap warga negara bersamaan ‎kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung ‎hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya.”‎
‎2.‎ Pasal 34, menyatakan bahwa: “Fakir miskin dan anak terlantar merupakan ‎tanggung jawab negara.”‎
Sampai tahun 2003 undang-undang di Indonesia yang mengatur advokat ‎secara tersendiri dan menyeluruh belum dibuat di Indonesia. Peraturan dan ‎perundang-undangan yang berkaitan dengan advokat hingga tahun 2003 diatur ‎secara terpisah dalam berbagai peraturan,‎ ‎ yaitu sebagai berikut:‎
‎1.‎ Rechtelijke Organisatie/RO Staatsblad 1848 No 57 mengatur mengenai ‎dasar-dasar, susunan, dan kekuasaan peradilan. Hoofdstuk VI pasal 185-‎‎192 berjudul Van Advocaten en Procureus mengatur mengenai ‎pengangkatan dan pemberhentian advokat oleh Mentri Kehakiman.‎
‎2.‎ Regeling Van Den Bijstand en De Vertegen Woordiging Van Partijen In ‎Burgelijke Zaken Voor De Landraden, Staatsblad 1927 No 496 mengenai ‎peraturan penerapan ketentuan khusus mengenai advokat yang mengatur ‎perihal wewenang mewakili klien. Juga mengenai penetapan tarif.‎
Selain peraturan dan perundang-undangan di atas juga diatur dalam ‎undang-undang mengenai advokat, yaitu sebagai berikut:‎
‎1.‎ Undang-undang No 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok ‎kekuasaan kehakiman-bab VII Bantuan Hukum ‎; sebagai berikut.‎
Pasal 35 : “Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh ‎bantuan hukum”‎
Pasal 36 : “Dalam perkara pidana seorang tersangka terutama sejak saat ‎dilakukan penangkapan dan/atau penahanan berhak ‎menghubungi dan meminta bantuan Penasehat Hukum.”‎
Pasal 37 : “Dalam memberi bantuan hukum tersebut pada pasal 36 diatas, ‎Penasehat Hukum membantu melancarkan penyelesaian ‎perkara dengan menjunjung tinggi Pancasila, hukum dan ‎keadilan.”‎
‎2.‎ Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana-Bab I dan ‎Bab VII Bantuan Hukum; sebagai berikut.‎
Pasal 1 : “Penasehat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ‎ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi ‎bantuan hukum”‎
Pasal 69 :“Penasehat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ‎ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan ‎menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.”‎
Kemudian pasal 70, 72, dan 73 yang mengatur hubungan penasehat hukum ‎dengan klien. Pasal 71 yang mengatur tentang pengawasan hubungan penasehat ‎hukum dan klien.‎
Pada tahun 2003 lahir undang-undang tentang advokat, yaitu undang-‎undang nomor 18 tahun 2003. Saat undang-undang ini disahkan maka advokat, ‎penasehat hukum, pengacara praktek, dan konsultan hukum yang telah diangkat ‎dinyatakan sebagai advokat. ‎
Sedangkan profesi advokat menurut pasal 1 UU no 18 tahun 2003 adalah ‎memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yaitu memberikan ‎konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mendampingi, membela, ‎dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien.‎
Kini setelah penantian lebih dari dua dasawarsa para advokat mempunyai ‎pegangan dasar hukum untuk mempunyai posisi yang sama sebagai penegak ‎hukum bersama polisi, jaksa, dan hakim atau yang lebih dikenal dengan istilah ‎catur wangsa. Pasal 5 undang-undang advokat(no. 18 tahun 2003) menyebutkan ‎bahwa advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas, dan mandiri.‎

C.‎ Tugas Dan Fungsi Advokat
Pengertian advokat menurut Pasal 1 ayat (1) UU Advokat adalah orang ‎yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan ‎yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang ini. Selanjutnya dalam ‎UU Advokat dinyatakan bahwa advokat adalah penegak hukum yang memiliki ‎kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya (hakim, jaksa, dan polisi). ‎Namun demikian, meskipun sama-sama sebagai penegak hukum, peran dan fungsi ‎para penegak hukum ini berbeda satu sama lain.‎
‎1.‎ Tugas Advokat
Advokat sebagai penegak hukum menjalankan peran dan fungsinya secara ‎mandiri untuk mewakili kepentingan masyarakat (klien) dan tidak terpengaruh ‎kekuasaan negara (yudikatif dan eksekutif).‎
Persepsi masyarakat terhadap tugas advokat sampai saat ini masih banyak ‎yang salah paham. Mereka menganggap bahwa tugas advokat hanya membela ‎perkara di pengadilan dalam perkara perdata, pidana, dan tata usaha negara di ‎hadapan kepolisian, kejaksaan, dan di pengadilan. Sesungguhnya pekerjaan ‎advokat tidak hanya bersifat pembelaan tetapi mencakup tugas lain di luar ‎pengadilan bersifat nonlitigasi.‎
Tugas advokat bukanlah merupakan pekerjaan, tetapi lebih merupakan ‎profesi.‎ ‎ Karena profesi advokat tidak sekedar bersifat ekonomis untuk mencari ‎nafkah, tetapi mempunyai nilai sosial yang lebih tinggi di dalam masyarakat.‎
Tugas advokat adalah membela kepentingan masyarakat (public defender) ‎dan kliennya. Tugas advokat dalam memberikan kuasa hukum kepada masyarakat ‎tidak terinci dalam uraian tugas, karena ia bukan pejabat negara sebagai pelaksana ‎hukum seperti halnya polisi, jaksa, dan hakim.‎ ‎ ‎
‎2.‎ Fungsi Advokat
Tugas dan fungsi dalam sebuah profesi apapun tidak dapat dipisahkan satu ‎dengan lainnya. Karena keduanya merupakan sistem kerja yang saling ‎mendukung. Dalam menjalankan tugasnya, seorang advokat harus berfungsi :‎
‎1.‎ Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia;‎
‎2.‎ Memperjuangkan hak asasi manusia;‎
‎3.‎ Melaksanakan Kode Etik Advokat;‎
‎4.‎ Memegang teguh sumpah advokat dalam rangka menegakkan hukum, ‎keadilan dan kebenaran;‎
‎5.‎ Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai keadilan, ‎kebenaran dan moralitas);‎
‎6.‎ Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat dan martabat ‎advokat;‎
‎7.‎ ‎ Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan advokat terhadap masyarakat ‎dengan cara belajar terus-menerus (continuous legal education) untuk ‎memperluas wawasan dan ilmu hukum;‎
‎8.‎ Menangani perkara-perkara sesuai dengan kode etik advokat, baik secara ‎nasional, yakni Kode Etik Advokat Indonesia, maupun secara ‎internasional, yakni mengacu kepada IBA Standards for the Independence ‎of the Legal Profession, Declaration of the World Conference on the ‎Independence of Justice, IBA General Principles of Ethics for Lawyers, ‎Basic Principles on the Role of Lawyers ;‎
‎9.‎ Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan yang merugikan ‎masyarakat dengan cara mengawasi pelaksanaan etika profesi advokat ‎melalui Dewan Kehormatan Asosiasi Advokat;‎
‎10.‎ Memelihara kepribadian advokat karena profesi advokat merupakan ‎profesi yang terhormat (officium nobile). Setiap advokat harus selalu ‎menjaga dan menjunjung tinggi citra profesinya agar tidak merugikan ‎kebebasan, kemandirian, derajat dan martabat seorang advokat;‎
‎11.‎ Menjaga hubungan baik dengan klien maupun dengan teman sejawat;‎
‎12.‎ Memelihara persatuan dan kesatuan advokat agar sesuai dengan maksud ‎dan tujuan organisasi advokat;‎
‎13.‎ Memberikan pelayanan hukum (legal services), nasehat hukum (legal ‎advice), konsultasi hukum (legal consultation), pendapat hukum (legal ‎opinion), informasi hukum (legal information) dan menyusun kontrak-‎kontrak (legal drafting);‎
‎14.‎ Membela kepentingan klien (litigasi) dan mewakili klien di muka ‎pengadilan (legal representation);‎
‎15.‎ Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada masyarakat yang ‎lemah dan tidak mampu (melaksanakan pro bono publico). Pembelaan bagi ‎orang tidak mampu, baik di dalam maupun di luar pengadilan merupakan ‎bagian dari fungsi dan peranan advokat di dalam memperjuangkan hak ‎asasi manusia.‎ ‎ ‎
D.‎ Perkembangan Organisasi Advokat di Indonesia
Cikal bakal organisasi advokat secara nasional bermula dari didirikannya ‎Persatuan Advokat Indonesi (PAI), pada 14 Maret 1963. PAI ini kemudian ‎mengadakan kongres nasional yang kemudian melahirkan Peradin. Dalam ‎perkembangannya, Peradin ini tidak terlepas dari intervensi pemerintah sebab ‎perjuangannya pada waktu itu dianggap membahayakan kepentingan rezim ‎pemerintah yang sedang berkuasa sehingga munculah organisasi advokat yang ‎disebut Ikadin. Ikadin pun kemudian pecah dan advokat yang kecewa terhadap ‎suksesi kepengurusan Ikadin mendirikan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).‎
Sejak diberlakukannya UU Advokat pada tanggal 5 April 2003, maka 8 ‎organisasi advokat yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Ikatan Penasehat ‎Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), ‎Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Asosiasi Advokat Indonesia ‎‎(AAI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar ‎Modal (HKHPM), dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) diamanatkan ‎oleh pembentuk undang-undang untuk membentuk suatu organisasi advokat ‎dalam kurun waktu 2 tahun. Untuk itu, dibentuklah Komite Kerja Advokat ‎Indonesia, yang kemudian KKAI ini merumuskan Kode Etik Advokat Indonesia ‎pada tanggal 23 Mei 2002 dan mendeklarasikan organisasi advokat sebagai ‎organisasi payung advokat di Indonesia yang disebut Peradi (Perhimpunan ‎Advokat Indonesia/Indonesian Advocates Asociation) pada tanggal 21 Desember ‎‎2004 yang akta pendiriannya disahkan pada 8 September 2005.‎
Peradi tersebutlah yang pada saat ini menyelenggarakan Pendidikan ‎Khusus Pendidikan Advokat (PKPA), Ujian Profesi Advokat (UPA), dan ‎Magang bagi seorang yang berlatar pendidikan tinggi hukum yang berniat untuk ‎menjalankan profesi advokat di Indonesia.‎
‎1.‎ Pengertian Organisasi Advokat
Undang-Undang Advokat tidak merinci apa yang dimaksud organisasi, ‎tetapi menentukan bahwa “Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah ‎profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan ‎Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas ‎profesi Advokat, dimana susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para ‎Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.”‎
Organisasi advokat yang dimaksud oleh Undang-Undang Advokat harus ‎memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) harus satu wadah berarti wadah tunggal, (2) ‎harus mempunyai susunan organisasi (struktur organsisasi) yang jelas, (3) harus ‎mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, (4) harus tunduk dan ‎didirikan sesuai Undang-Undang Advokat yaitu antara tanggal 5 April 2003 s/d 5 ‎April 2005, (5) harus didirikan oleh para Advokat Indonesia.‎
Tujuan organisasi advokat secara garis besar sebagaimana tercantum dalam ‎IBA Standards for the Independence of the Legal Profession adalah memastikan ‎independensi advokat dalam posisinya sebagai profesi hukum dari segala macam ‎intervensi hukum.‎
‎2.‎ Struktur Organisasi
Tiga elemen dasar yang ada pada setiap struktur organisasi-organisasi ‎advokat rata-rata terdiri dari:‎
a.‎ Dewan Pengurus;‎
b.‎ Dewan Kehormatan;‎
c.‎ Dewan Penasehat.‎
Kekuasaan tertinggi berada pada tangan Musyawarah Nasional (Munas) ‎yang diadakan secara periodik, tergantung dari kebijakan masing-masing ‎organisasi advokat ‎. ‎
Dewan Pengurus organisasi advokat biasanya terdiri dari Ketua (sekaligus ‎wakil ketua), Sekretaris jendral dan Bendahara. Dewan Pengurus bertanggung ‎jawab terhadap pelaksanaan dan jalannya organisasi sesuai yang diamanatkan ‎dalam Anggaran Dasar (AD) maupun Anggaran Rumah (ART). Dewan ‎kehormatan merupakan organ yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan ‎penegakan kode etik profesi. Dalam menjalankan tugasnya, dewan kehormatan ‎bersifat pasif, dalam arti ia menjalankan fungsi penegakan kode etiknya dengan ‎hanya menunggu adanya aduan. Dewan penasehat berfungsi untuk memberikan ‎saran maupun nasehat kepada DPP maupun DPC, baik diminta maupun tidak.‎
Berdasarkan AD/ART, pendanaan organisasi advokat ‎ umumnya berasal ‎dari beberapa sumber, yaitu: iuran anggota, sumbangan pihak ketiga, dan usaha ‎lain yang sah.‎
Secara umum terdapat tiga macam jenis keanggotaan ‎ bagi organisasi ‎advokat, yaitu: anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan.‎

E.‎ Bantuan Hukum
Bantuan hukum adalah jasa memberi bantuan hukum dengan bertindak ‎baik sebagai pembela dari seseorang yang tersangkut dalam perkara pidana ‎maupun sebagai kuasa dalam perkara perdata atau tata usaha negara di muka ‎pengadilan dan atau memberi nasehat hukum di luar pengadilan ‎.‎
Kegiatan bantuan hukum sebenarnya sudah dimulai sejak berabad-abad ‎yang lalu. Sejak terjadi Revolusi Prancis dan Amerika, konsep bantuan hukum ‎semakin diperluas dan dipertegas. Pemberian bantuan hukum tidak semata-mata ‎didasarkan kepada charity (kedermawanan) terhadap masyarakat yang tidak ‎mampu namun kerap dihubungkan dengan hak-hak politik ‎. Dalam ‎perkembangannya hingga sekarang, konsep bantuan hukum selalu dihubungkan ‎dengan cita-cita negara kesejahteraan (welfare state), dimana pemerintah ‎mempunyai kewajiban untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.‎
Cappelletti dan Gordley dalam artikel “Legal Aid Modern Themes and ‎Variations”, seperti yang dikutip Soerjono Soekamto membagi hukum ke dalam ‎dua model, yaitu bantuan hukum model yuridis-individual yang merupakan hak ‎yang diberikan kepada warga masyarakat untuk melindungi kepentingan-‎kepentingan individualnya. Dan bantuan hukum model kesejahteraan yang ‎diartikan sebagai suatu hak akan kesejahteraan yang menjadi bagian dari kerangka ‎perlindungan sosial yang diberikan oleh suatu negara kesejahteraan.‎
Lain halnya dengan Schuyt, Groenendijk, dan Sloot mereka membedakan bantuan ‎hukum ke dalam lima jenis ‎, yaitu :‎
‎1.‎ Bantuan hukum preventif : bantuan hukum yang dilaksanankan dalam ‎bentuk pemberian penerangan dan penyuluhan hukum kepada masyarakat.‎
‎2.‎ Bantuan hukum diagnostik : bantuan hukum yang dilaksanakan dengan ‎cara pemberian nasehat-nasehat hukum atau biasa dikenal dengan ‎konsultasi hukum.‎
‎3.‎ Bantuan hukum pengendalian konflik bertujuan untuk mengatasi secara ‎aktif permasalahan-permasalahan hukum kongkrit yang terjadi di ‎masyarakat dengan cara memberikan asistensi hukum kepada anggota ‎masyarakat yang tidak mampu menggunakan jasa advokat.‎
‎4.‎ Batuan hukum pembentukan hukum yang dimaksudkan untuk memancing ‎yurisprudensi yang lebih tegas, tepat, jelas, dan benar.‎
‎5.‎ Bantuan hukum pembaruan hukum merupakan bantuan hukum yang usaha-‎usahanya lebih ditujukan mengadakan pembaruan hukum baik melalui ‎hakim atau melalui pembentuk undang-undang.‎
Sementara di Indonesia, para ahli hukum dan praktisi hukum membagi ‎bantuan hukum ke dalam dua macam, yaitu bantuan hukum individual yang ‎merupakan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu ‎dalam bentuk pendampingan oleh advokat dalam proses penyelesaian sengketa ‎yang dihadapi dalam rangka menjamin pemerataan pelayanan hukum kepada ‎masyarakat. Dan bantuan hukum struktural yang bertujuan untuk menumbuhkan ‎kesadaran dan pengertian masyarakat akan pentingnya hukum ‎.‎
Kesimpulan
Advokat adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan ‎hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan ‎pada acara persidangan di pengadilan atau beracara di pengadilan. ‎
Undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang penegak hukum yang ‎mencakup advokat, hakim, jaksa, dan polisi semakin memantapkan dasar ‎legitimasi advokat di Indonesia.‎
Tugas advokat adalah membela kepentingan masyarakat (public defender) ‎dan kliennya. Advokat dibutuhkan pada saat seseorang atau lebih anggota ‎masyarakat menghadapi suatu masalah di bidang hukum. ‎
Akan tetapi pada kenyataannya advokat seringkali terlibat dalam mafia ‎peradilan yang menjadi biang terjadinya judicial corruption. Inilah yang menjadi ‎tugas organisasi advokat untuk melakukan pengawasan terhadap independensi ‎advokat dalam sistem hukum. Karena bagaimanapun advokat mempunyai peran ‎yang sangat vital dalam penegakan hukum.‎
Sejak diberlakukannya UU Advokat pada tanggal 5 April 2003, maka 8 ‎organisasi advokat yang diamanatkan oleh pembentuk undang-undang untuk ‎membentuk suatu organisasi advokat. Pada tanggal 23 Mei 2002 mendeklarasikan ‎organisasi advokat sebagai organisasi payung advokat di Indonesia yang disebut ‎Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia/Indonesian Advocates Asociation).‎
Bantuan hukum adalah jasa memberi bantuan hukum dengan bertindak ‎baik sebagai pembela dari seseorang yang tersangkut dalam perkara pidana ‎maupun sebagai kuasa dalam perkara perdata atau tata usaha negara di muka ‎pengadilan dan atau memberi nasehat hukum di luar pengadilan ‎.‎

DAFTAR PUSTAKA
Adji, Oemar Seno. 1991. Profesi Advokat. Jakarta: Erlangga.‎
Anggara. 2006. Dimensi Moral Profesi Avokat. ‎http:\\anggara.org/2006/06/14/dimensi-moral-profesi-advokat-dan-pekerja-‎bantuan-hukum/. ‎
Budiyana. 2007. Peran, Fungsi, dan Perkembangan Organisasi Advokat. ‎http:\\budiyana.wordpress.com/2007-10-04/peran-fungsi-dan-‎perkembangan-organisasi-advokat/.‎
Fauzan, Ahmad. 2004. Undang-Undang Lengkap tentang Penegak Hukum. ‎Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.‎
McKechnie, Jean L., dkk. Webster’s New Twentieth Century Dictionary of The ‎English Language. Simon and Schuster.‎
Pangaribuan, Luhut M.P. 1996. Advokat dan Contempt of Court. Jakarta: ‎Djambatan.‎
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa ‎Indonesia. Edisi ke III. Jakarta: Balai Pustaka.‎
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia. 2001. Advokat Indonesia Mencari ‎Legitimasi: Studi tentang Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. ‎Jakarta. ‎
Rosyadi, Rahmat dan Sri Hartini. 2003. Advokat dalam Perspektif Islam dan ‎Hukum Positif. Jakarta: Ghalia Indonesia.‎
Simahasa, Abdurrahman Sa’at. 1989. Cakrawala Advokat Indonesia. Yogyakarta: ‎Liberty.‎
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Advokat. ‎
‎‎
Read More......

Pengunjung Ana